Showing posts with label islam.nabi isa as. Show all posts
Showing posts with label islam.nabi isa as. Show all posts

Saturday, February 21, 2009

Hikmah Turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam



Hikmah Turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam
Penulis: Al-Ustadz Qomar ZA, Lc
Syariah, Kajian Utama, 15 - November - 2007, 07:58:32


Orang yang beriman niscaya meyakini bahwa setiap peristiwa diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan suatu hikmah. Tak terkecuali turunnya nabi Isa ‘alaihissalam ke muka bumi pada akhir zaman nanti. Meski tentunya, dengan keterbatasan sebagai manusia, kita hanya bisa mengungkap sebagian saja hikmah di balik peristiwa tersebut.

Peristiwa besar turunnya Isa ke bumi memiliki hikmah yang amat besar. Para ulama semisal Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Fathul Bari menyebutkan beberapa hikmah dari turunnya Isa ‘alaihissalam di akhir zaman. Di antara hikmah yang terpenting:
1. Membantah klaim Yahudi bahwa merekalah yang membunuh Isa, menyalibnya, dan anggapan bahwa yang disalib adalah orang terlaknat. Dengan turunnya Isa, kenyataan justru membuktikan bahwa Nabi Isa-lah yang membunuh Yahudi sekaligus pemimpin mereka yakni Dajjal, sebagaimana akan disinggung nanti.
2. Membantah orang-orang Nasrani yang menuhankan Isa, menolak agama Islam, mengagungkan salib, dan menghalalkan babi. Di mana nantinya justru Nabi Isa mengajak kepada Islam, memerangi orang agar masuk Islam, berhukum dengan syariat Islam, tidak menerima dari ahlul kitab kecuali Islam, tidak lagi menerima jizyah, salib akan ia hancurkan dan babi akan ia bunuh. Pada akhirnya ia akan wafat sebagaimana manusia biasa, bukan Tuhan atau anak Tuhan, atau salah satu dari Tuhan yang tiga.

Sifat Turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam dan Pembunuhannya Terhadap Dajjal
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisahkan dalam haditsnya: “(Lalu Dajjal datang ke gunung Iliya, sehingga ia mengepung sekelompok dari kaum muslimin). (Maka kaum muslimin diliputi rasa takut yang sangat), (sehingga orang-orang lari dari Dajjal menuju gunung-gunung).” Ummu Syuraik mengatakan: “Wahai Rasulllah, di mana orang-orang Arab ketika itu?” Beliau menjawab: “Mereka ketika itu sedikit dan imam mereka seorang lelaki shalih.” [Rasulullah mengatakan: “Al-Mahdi dari kami, ahlul bait (dari anak keturunan Fathimah).”] (Allah menyiapkannya dalam waktu semalam) (namanya sesuai dengan namaku, dan nama ayahnya sesuai dengan nama ayahku) (dahinya lebar dan hidungnya mancung), (ia memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kecurangan dan kezhaliman), (ia berkuasa selama tujuh tahun).”
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dua kelompok dari umatku yang Allah lindungi mereka dari neraka. Satu kelompok memerangi India dan satu kelompok bersama Isa bin Maryam.”
Beliau juga mengatakan: ”Barangsiapa di antara kalian yang mendapati Isa, sampaikanlah salam dariku. Maka tatkala imam mereka hendak maju untuk mengimami mereka shalat Shubuh, tiba-tiba turun kepada mereka (dari langit) Isa bin Maryam di manaratul baidha (menara putih), sebelah timur Damaskus1 di antara dua pakaian yang dicelup dengan wewangian Za’faran. Ia letakkan dua telapak tangannya di atas sayap-sayap malaikat. Bila ia menganggukkan kepalanya, maka menetes. Dan bila ia angkat berjatuhan darinya butir-butir perak layaknya permata. Sehingga tidak halal bagi seorang kafir yang mendapati desah nafasnya kecuali ia akan mati, padahal desah nafasnya berakhir sejauh pandangannya2. Tidak ada antara aku dengan dia nabi –yakni Isa– dan ia pasti turun. Dan bila kalian melihatnya maka ketahuilah dia seorang lelaki yang tingginya sedang, agak merah dan putih, antara dua pakaian yang berwarna agak kuning, seakan-akan kepalanya meneteskan air, walaupun tidak basah, lalu ia memerangi manusia agar masuk Islam, menghancurkan salib, membunuh babi, menghilangkan jizyah, dan pada masanya Allah hancurkan agama-agama seluruhnya kecuali Islam.” Dan beliau bersabda: “Bagaimana kalian bila putra Maryam turun di tengah-tengah kalian sedang imam kalian (dalam riwayat lain: dan ia mengimami kalian) dari kalian?” Ibnu Abi Dzi`b (salah seorang rawi hadits, pent.) mengatakan (kepada Al-Walid bin Muslim, rawi hadits yang lain, pent.): “Kamu tahu apa maksudnya ‘ia mengimami kalian dari kalian?’ Aku katakan: ‘Kamu beritahukan kepadaku?’ Ibnu Abi Dzi`b menjawab: ‘Ia memimpin kalian dengan kitab Rabb kalian dan Sunnah Nabi kalian’.”
Maka imam tersebut berjalan mundur agar Isa maju. (Lalu dia katakan: “Kemarilah, imamilah kami”). Maka Nabi Isa meletakkan tangannya di antara dua pundaknya dan mengatakan kepadanya: (“Tidak, sesungguhnya sebagian kalian pemimpin atas sebagian yang lain, sebagai kemuliaan Allah atas umat ini”). Maka imam tersebut maju dan imam mereka tetap shalat bersama mereka. (Kemudian datanglah Dajjal ke gunung Iliya, sehingga ia mengepung sekelompok kaum muslimin. Maka pemimpin mereka mengatakan: “Apa yang kalian tunggu dari thaghut ini kecuali kalian perangi dia sehingga kalian bertemu Allah, atau kalian diberi kemenangan.” Mereka pun berencana memeranginya jika mereka masuk waktu pagi.) (Tatkala mereka menyiapkan untuk berperang dan meluruskan shaf-shaf, lalu dikumandangkan iqamat shalat) (subuh). Pada waktu itu mereka bersama dengan Isa bin Maryam), (sehingga Isa mengimami mereka, maka bila ia angkat kepalanya dari ruku’nya mengatakan: “Sami’allahu liman hamidah, (semoga Allah bunuh Al-Masih Ad-Dajjal dan kaum muslimin menang).” Begitu selesai shalat, ia mengatakan: “Bukalah pintu,” sehingga pintu dibuka dan Dajjal melihat beliau. Bersama dia ada 70.000 orang Yahudi. Semuanya memiliki pedang yang berhias dan jubah hijau3, (lalu Isa mengejarnya) (sehingga ia pergi dengan tombaknya menuju Dajjal.) Sehingga bila Dajjal melihatnya, ia meleleh sebagaimana melelehnya garam di dalam air. (Seandainya beliau biarkan, tentu ia akan meleleh terus sampai mati. Akan tetapi Allah membunuh Dajjal dengan tangan Isa, sehingga Ia perlihatkan darahnya di tombaknya.) Ia tangkap Dajjal di Bab (pintu) Ludd sebelah timur, sehingga Isa membunuh dia. Maka Allah membinasakan Dajjal di Aqabah (tempat mendaki yang susah) Afyaq). Allah kalahkan Yahudi dan (kaum muslimin menguasai mereka) (dan membunuh mereka) sehingga tidak ada sesuatu pun dari apa yang Allah ciptakan yang dipakai sembunyi orang Yahudi kecuali Allah berikan kepadanya kemampuan untuk bicara baik itu batu, pohon, tembok, atau binatang –kecuali pohon gharqad, karena itu adalah pohon mereka, ia tidak bicara– kecuali akan mengatakan: “Wahai hamba Allah muslim, ini Yahudi di belakangku. Kemari, bunuhlah dia.” Kemudian tetaplah manusia setelahnya selama tujuh tahun, tidak ada permusuhan antara dua orang … Lalu Allah utus Ya`juj dan Ma`juj….”4

Kondisi Alam di Masa Turunnya Isa
Setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala binasakan kaum Ya`juj dan Ma`juj, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan: “Lalu Allah mengirim hujan. Tidak dapat menghindar darinya satu rumah pun, rumah dari tanah liat maupun dari bulu5. Sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala membasuh bumi ini sampai menjadi seperti cermin. Lalu diperintahkan kepada bumi: “Tumbuhkan buah-buahanmu dan kembalikanlah keberkahanmu.” Sehingga pada masa itu sekumpulan manusia cukup memakan satu buah delima dan mereka dapat bernaung dari kulitnya, serta diberkahi susu mereka. Sampai-sampai satu ekor onta betina yang banyak susunya mencukupi sekian kabilah manusia. Satu sapi betina yang banyak susunya mencukupi satu kabilah. Satu ekor kambing betina yang banyak susunya mencukupi 1 kabilah kecil6, dan satu sapi jantan harganya sekian dari harta, serta satu ekor kuda hanya beberapa dirham.
(Nabi bersabda: “Sangat beruntung kehidupan setelah turunnya Al-Masih. Sangat beruntung kehidupan setelah Al-Masih. Langit diberi ijin untuk menurunkan hujan. Bumi diberi ijin untuk menumbuhkan tumbuhan, sampai seandainya engkau tabur biji di batu yang halus niscaya akan tumbuh. Dan tidak ada kekikiran. Tidak ada kedengkian, dan kebencian), serta setiap binatang yang berbisa dihilangkan bisanya, (dan terwujudlah keamanan di muka bumi. Sehingga harimau-harimau dapat bergembala bersama onta. Macan bersama sapi. Dan serigala bersama kambing. Bahkan anak-anak bermain ular dan tidak membahayakan mereka7, sampai-sampai bayi memasukkan tangan kepada ular dan tidak menggigitnya. Dan bayi perempuan membuka mulut harimau untuk melihat giginya, namun harimau itu tidak mencelakainya. Dan serigala berada di tengah-tengah kambing seolah-olah ia sebagai anjing penjaganya. Bumi dipenuhi kedamaian seperti dipenuhinya bejana dengan air. Kata-kata mereka satu (sepakat) sehingga tidak ada yang diibadahi selain Allah Subhanahu wa Ta'ala. Peperangan meletakkan bebannya, bangsa Quraisy mengambil kerajaannya, (lalu dikatakan: ‘Bumi menjadi semacam bejana yang terbuat dari perak (yakni hidangan) yang mengeluarkan tumbuhan, tumbuhannya sama di masa Adam’).”

Masa Tinggalnya
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: (Lalu Isa tinggal di bumi selama 40 tahun. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala wafatkan beliau. Kaum muslimin kemudian menyalatinya)8. Dalam keadaan seperti itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus angin (yang dingin dari arah Syam) sehingga menerpa mereka dari bawah ketiak-ketiak mereka dan mencabut roh setiap mukmin dan muslim.9 (Dalam hadits Ibnu ‘Amr: “Tidak tersisa lagi di muka bumi seorang pun yang terdapat dalam qalbunya seberat semut dari keimanan kecuali angin itu mencabutnya, walaupun seseorang di antara mereka berada pada tengah-tengah gunung, tentu angin itu akan menerpanya), dan tersisalah sejelek-jelek manusia….

Perhatian:
Terdapat riwayat lain yang menunjukkan bahwa masa tinggalnya adalah tujuh tahun seperti dalam riwayat Muslim dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu 'anhuma (bab Dzikru Ad-Dajjal).
Untuk mengompromikan dua riwayat itu, maka disimpulkan bahwa tujuh tahun itu adalah masa tinggalnya setelah turunnya, sedang umurnya saat diangkat ke langit adalah 33 tahun menurut pendapat yang masyhur. (Asyrathus Sa’ah hal. 364)
Wallahu a’lam bish shawab.

1 Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan: “Sebelah timur masjid Jami’ Damaskus.” (An-Nihayah fil Fitan wal Malahim)
2 Shahih, HR. Muslim dan yang lain, lihat Qishshatul Masihiddajjal wa Nuzul ‘Isa hal. 10.
3 Lihat An-Nihayah, 2/432.
4 Susunan kisah ini kami nukil dari buku Qishshatul Masihid Dajjal wa Nuzul ‘Isa karya Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu, di mana beliau pilih hadits-hadits yang shahih, lalu beliau gabungkan dan susun masing-masing sesuai pada tempatnya. Sehingga bagi yang hendak memeriksa sumber-sumbernya dalam literatur hadits, silahkan merujuk kepada buku tersebut.
5 Rumah dari tanah maksudnya adalah rumah orang-orang yang menetap, di mana rumahnya permanen. Sedangkan rumah dari bulu adalah rumah orang-orang padang pasir. Penghidupan mereka dari gembalaan. Mereka membuat rumah dari bulu-bulu onta, kelinci, kambing, dan semacamnya.
6 Shahih, HR. Muslim dan yang lain. Lihat Qishshatul Masihid Dajjal wa Nuzul Isa hal. 10.
7 Shahih, HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Hibban dan yang lain. Lihat Ash-Shahihah no. 2182, Qishshatul Masihid Dajjal wa Nuzul Isa hal. 31.
8 Shahih, HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Hibban, dan yang lain. Lihat Ash-Shahihah no. 2182, Qishshatul Masihid Dajjal wa Nuzul Isa hal. 31.
9 Shahih, HR. Muslim dan yang lain. Lihat Qishshatul Masihid Dajjal wa Nuzul Isa hal. 10.




Silahkan mengcopy dan memperbanyak artikel ini
dengan mencantumkan sumbernya yaitu : www.asysyariah.com

Isa Al-Masih ‘alaihissalam Mengikuti Syariah Islam dan Bukan Menghapusnya



Isa Al-Masih ‘alaihissalam Mengikuti Syariah Islam dan Bukan Menghapusnya
Penulis: Al-Ustadz Abu Ubaidah Syafruddin
Syariah, Hadits, 15 - November - 2007, 08:21:52


عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَنْزِلَ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ حَكَمًا مُقْسِطًا وَإِمَامًا عَدْلاً فَيَكْسِرُ الصَّلِيْبَ وَيَقْتُلُ الْخِنْزِيْرَ وَيَضَعُ الْجِزْيَةَ وَيَفِيْضُ الْمَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Tidak akan terjadi hari kiamat hingga Nabi Isa ‘alaihissalam turun (ke bumi) menjadi seorang hakim yang bijaksana dan pemimpin yang adil, menghancurkan salib, membunuh babi-babi, meletakkan upeti, harta melimpah-ruah hingga tidak ada seorangpun yang menerimanya.”

Hadits di atas diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad rahimahullahu dalam Musnad-nya no. 10001 dan 10522; Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu dalam Kitabul Buyu’ bab Qatlil Khinziri no. 2222, Kitabul Mazhalim bab Kasri Ash-Shalib wa Qatlil Khinziri no. 2476, Kitab Ahaditsil Anbiya` bab Nuzuli ‘Isa bin Maryam no. 3448, 3449; Al-Imam Muslim rahimahullahu dalam Kitabul Iman bab Nuzuli Isa bin Maryam Hakiman Bisyariati Nabiyyina Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam no. 242; Al-Imam At-Tirmidzi rahimahullahu dalam Kitabul Fitan ‘an Rasulillah, no. 2233; Al-Imam Abu Dawud rahimahullahu dalam Kitabul Malahim no. 3766; Ibnu Majah rahimahullahu dalam Kitabul Fitan no. 6048. (CD Program Mausu’atul Hadits Asy-Syarif Al-Kutubut Tis’ah, Fathul Bari, Syarh An-Nawawi cet. Darul Hadits)

Jalur Periwayatan Hadits
Al-Imam Ahmad rahimahullahu meriwayatkan dalam Musnad-nya dari lima jalan:
Pertama: dari jalan Laits bin Sa’d Abul Harits Al-Fahmi, dari Muhammad bin Muslim Abu Bakr Al-Qurasyi Ibnu Syihab Az-Zuhri, dari Sa’id bin Musayyab, dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kedua: dari jalan Sufyan bin Husain Abu Muhammad Al-Wasithi, dari Az-Zuhri, dari Hanzhalah bin ‘Ali Al-Aslami, dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketiga: dari jalan Laits bin Sa’d Abul Harits Al-Fahmi, dari Sa’id bin Abi Sa’id Al-Maqburi Abu Sa’d, dari ‘Atha` bin Mina’ Abu Mu’adz Al-Madani, dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Keempat: dari Fulaih bin Sulaiman Abu Yahya Al-Khuza’i, dari Al-Harits bin Fudhail Abu Abdillah Al-Anshari, dari Ziyad bin Mina’, dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kelima: dari jalan Muhammad bin Abdillah Az-Zubairi Abu Muhammad Al-Asdi, dari Katsir bin Zaid Abu Muhammad Al-Aslami Al-Fahmi, dari Al-Walid bin Rabah Ad-Dausi, dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu meriwayatkan dalam Shahih-nya dari dua jalan:
Pertama: dari jalan Laits bin Sa’d Abul Harits Al-Fahmi, Sufyan bin ‘Uyainah Abu Muhammad Al-Hilali, dan Shalih bin Kaisan Abu Muhammad Al-Madani, semuanya dari Az-Zuhri, dari Sa’id, dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kedua: dari jalan ‘Uqail bin Khalid Abu Khalid Al-Aili dan Yunus bin Yazid Al-Aili dan Abdurrahman bin ‘Amr Abu ‘Amr Al-Auza’i, semua meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Nafi’ bin ‘Abbas Abu Muhammad Al-Madani, dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Al-Imam Muslim rahimahullahu meriwayatkan dalam Shahih-nya dari jalan Laits bin Sa’d Abul Harits Al-Fahmi, Sufyan bin ‘Uyainah Abu Muhammad Al-Hilali, Yunus bin Yazid Abu Zaid Al-Aili, dan Shalih bin Kaisan Abu Muhammad Al-Madani, semuanya meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Sa’id bin Musayyab, dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Al-Imam Abu Dawud rahimahullahu meriwayatkan dalam Sunan-nya dari jalan Hammam bin Yahya Al-Azdi Al-‘Audi Abu Abdillah, dari Qatadah bin Di’amah As-Sadusi Abul Khaththab, dari Abdurrahman bin Adam Al-Bashri, dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Al-Imam At-Tirmidzi rahimahullahu meriwayatkan dalam Sunan-nya dari jalan Laits bin Sa’d, dari Az-Zuhri, dari Sa’id bin Musayyab, dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ibnu Majah rahimahullahu meriwayatkan dari jalan Sufyan bin ‘Uyainah, dari Az-Zuhri, dari Sa’id bin Musayyab, dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Demikianlah kesimpulan jalur periwayatan hadits di atas, meskipun pada sebagian jalur periwayatannya terdapat kesamaan dan sebagian yang lain terdapat tambahan.

Penjelasan Hadits
• Lafadz:
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَنْزِلَ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ 
“Tidak akan terjadi hari kiamat hingga Nabi Isa turun (ke bumi).” Dalam sebagian riwayat dengan lafadzلَيَنْزِلَنَّ (sungguh-sungguh akan turun). Lihat Musnad Al-Imam Ahmad no. hadits 10001. 
Ada pula yang meriwayatkan dengan lafadz لَيُوشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيكُمْ dengan men-dhammah ya mengkasrah sin. Maknanya adalah لَيَقْرُبَنَّ (Telah dekat atau keharusan terjadi secepatnya). (lihat Fathul Bari 6/553 cet. Darul Hadits, Syarh An-Nawawi, 1/469)
Lafadz ini juga diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad rahimahullahu dalam Musnad-nya dan Al-Imam At-Tirmidzi rahimahullahu.

• lafadz حَكَمًا maknanya adalah حَاكِمًا yaitu seorang hakim. Di mana Nabi Isa ‘alaihissalam akan memutuskan perkara dengan syariat (Islam), karena syariat ini tidak akan dihapus. Beliau tidak diturunkan sebagai seorang nabi dengan membawa risalah tersendiri dan syariat yang menghapus syariat sebelumnya. Nabi Isa ‘alaihissalam akan menjadi salah seorang hakim dari sekian hakim yang ada pada umat ini.
Yang menguatkan perkara ini sebuah riwayat yang diriwayatkan Al-Imam Ath-Thabarani rahimahullahu dari hadits Abdullah bin Mughaffal radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Akan turun Nabi Isa bin Maryam membenarkan kerasulan Muhammad atas agama yang dibawanya.”
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu meriwayatkan dari jalan Shalih bin Kaisan dari Az-Zuhri dari Sa’id dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dengan lafadz حَكَمًا عَدْلاً yaitu seorang hakim yang adil. Adapun riwayat yang lain semuanya dengan lafadz حَكَمًا مُقْسِطًا seperti riwayat Laits dari Ibnu Syihab dalam Shahih Muslim.
Al-Imam Muslim rahimahullahu juga meriwayatkan dari jalan lain dari Ibnu ‘Uyainah dari Ibnu Syihab dengan lafadz إِمَامًا مُقْسِطًا. Makna الْمُقْسِطُ yaitu العَادِلُ artinya seorang yang adil. Kalimat ini berasal dari kata:
أَقْسَطَ يُقْسِطُ إِقْسَاطًا فَهُوَ مُقْسِطٌ إِذَا عَدَلَ
Karena lafadz القِسْطُ dengan mengkasrah qaf memiliki makna العَدْلُ artinya keadilan. Berbeda dengan القَاسِطُ maknanya adalah الْجَائِر artinya seorang yang lalim. Kalimat ini berasal dari kata:
قَسَطَ يَقْسُطُ قَسْطً فَهُوَ قَاسِطُ إِذَا جَارَ
Karena lafadz القَسْطُ dengan memfathah qaf memiliki makna الجَوْرُ artinya ketidakadilan (kelaliman). (lihat Al-Fath, 6/553 cet. Darul Hadits, Syarh An-Nawawi 1/469 cet. Darul Hadits)

• Makna lafadz يَكْسِرَ الصَّلِيبَ adalah menghancurkan salib secara hakiki, dan menyalahkan atau membatalkan pendapat orang-orang Nasrani yang mengagungkan salib.
• Makna lafadzيَضَعَ الْجِزْيَةَ meletakkan jizyah (upeti). Abu Sulaiman Al-Khaththabi rahimahullahu dan yang lainnya dari kalangan ahlul ilmi berkata: “Tidak diterimanya upeti (dari orang-orang kafir dzimmi) dan tidak diterima kecuali keislaman mereka. Barangsiapa dari mereka yang membayar (jizyah) maka tidaklah cukup dengannya. Dan tidaklah diterima kecuali keislaman atau dibunuh.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu berkata: “Maknanya adalah agama akan menjadi satu (Islam), sehingga tidak tersisa seorang pun dari ahlul dzimmi (orang kafir yang menyerahkan upeti sebagai jaminan keamanan) yang membayar upeti.” Kemudian beliau menyebutkan pendapat-pendapat yang lain dari para ulama, namun semuanya dikritik oleh Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu. Dan yang benar menurut beliau adalah sesuai dengan yang diucapkan oleh Al-Imam Al-Khaththabi rahimahullahu di atas.
Pendapat ini dikuatkan dengan sebuah riwayat dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad rahimahullahu: “Dan seruan menjadi satu (yaitu Islam).”

• Makna lafadz وَيَفِيْضُ الْمَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ dengan mem-fathah ya dan mengkasrah fa’ serta diakhiri huruf dha adalah يَكْثُرُ yaitu banyak. Pada riwayat yang lain: “Diseru kepada harta namun tidak ada seorang pun yang menerimanya.”
Hal ini karena banyaknya keberkahan yang turun serta datangnya kebaikan (harta kekayaan) secara berturut-turut, karena keadilan dan tidak adanya kedzaliman. Hingga muncullah pada waktu itu harta yang terpendam dari dalam bumi bersamaan dengan kurangnya perhatian mereka terhadap semua itu (harta) disebabkan pengetahuan mereka akan dekatnya hari kiamat.
Pada sebagian riwayat terdapat tambahan pada akhir hadits di atas dengan lafadz:
حَتَّى تَكُوْنَ السَّجْدَةُ الْوَاحِدَةُ خَيْرًا مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا
“Hingga keberadaan satu sujud lebih baik daripada dunia dan seisinya.”
Maknanya adalah pada waktu itu mereka tidaklah mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali dengan ibadah (shalat) dan bukan bershadaqah dengan harta. Sebagian ulama mengatakan bahwa waktu itu manusia tidak ada keinginan terhadap dunia, sehingga satu kali sujud lebih mereka cintai daripada dunia seisinya.
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata: “Keinginan manusia waktu itu kebanyakan dalam perkara shalat dan seluruh ketaatan. Karena pendeknya angan-angan mereka disebabkan dekatnya hari kiamat, serta sedikitnya keinginan mereka terhadap dunia disebabkan tidak butuhnya mereka akan hal itu.”
Al-Qadhi Iyadh rahimahullahu berkata: “Pahala terbaik yang diberikan kepada seseorang yang menjalankan shalat lebih utama ketimbang shadaqah mereka dengan dunia dan seisinya. Hal itu disebabkan melimpahnya harta, minimnya kekikiran dan sedikitnya kebutuhan akan harta untuk perkara jihad. Dan satu sujud yang dimaksud dalam hal ini adalah sujud itu sendiri atau sebagai kiasan dari shalat.
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu berkata: “Keberadaan shalat lebih utama ketimbang shadaqah adalah disebabkan melimpahnya harta di waktu itu dan tidak bermanfaatnya harta tersebut, sampai-sampai tidak ada seorang pun yang mau menerimanya.”
Kemudian di akhir haditsnya, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Bacalah oleh kalian, jika kalian mau:
وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلاَّ لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُوْنُ عَلَيْهِمْ شَهِيْدًا
“Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka.” (An-Nisa`: 159)
Ucapan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ini sebagai bentuk isyarat adanya sisi keserasian terhadap lafadz: “Hingga keberadaan satu sujud lebih baik daripada dunia dan seisinya.” Yaitu isyarat akan kebaikan manusia, kekuatan iman dan sambutan mereka terhadap perkara kebaikan. Dalam keadaan seperti itu, mereka lebih mementingkan satu rakaat ketimbang dunia seluruhnya. (Fathul Bari, Syarh An-Nawawi cet. Darul Hadits, CD Program Mausu’atul Hadits Asy-Syarif Al-Kutubut Tis’ah)

Faedah Hadits
• Hadits di atas termasuk salah satu hadits yang menjadi dalil tentang datangnya hari kiamat dan kepastian yang tidak diragukan akan turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam. Hal ini dikuatkan baik dari tinjauan bahasa maupun makna. Sebagaimana pada sebagian riwayat yang diriwayatkan Al-Imam Ahmad rahimahullahu, pada lafadz yang bermakna turunnya Nabi Isa menggunakan dua huruf penguat (taukid) yaitu huruf lam dan nun taukid pada kata: لَيَنْزِلَنَّ maknanya “sungguh-sungguh akan turun” (tidak diragukan).
Munculnya Nabi Isa di akhir zaman menjadi sebuah perkara yang disepakati oleh para ulama Ahlus Sunnah baik yang terdahulu maupun sekarang, berdasarkan Al-Qur`an dan hadits-hadits yang shahih. Tidak ada yang menyelisihi dalam perkara ini kecuali orang-orang yang terdapat penyakit dalam hatinya.
Al-Khaththabi rahimahullahu berkata: “Turunnya Isa dan pembunuhan Dajjal oleh beliau ‘alaihissalam adalah perkara yang haq dan benar menurut ulama Ahlus Sunnah berdasarkan hadits-hadits shahih dalam perkara ini. Tidak ada dasar baik akal maupun syariat yang menyanggahnya, sehingga wajib untuk menetapkan pendapat tersebut.”
Meskipun demikian, sebagian kalangan Mu’tazilah maupun Jahmiyah serta yang sependapat dengan mereka tetap mengingkari hal ini. Mereka berpendapat bahwa hadits-hadits yang mengabarkan dalam perkara ini tertolak. Mereka berdalil dengan ayat:
وَخَاتَمَ النَّبِيِّيْنَ
“Dan penutup nabi-nabi.” (Al-Ahzab: 40)
Dan dengan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Tidak ada nabi setelahku.”
Juga dengan kesepakatan kaum muslimin bahwa tidak ada nabi setelah nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, syariatnya berlaku hingga hari kiamat dan tidak dihapus.
Semua pendalilan ini rusak (tidak sah) karena turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam tidaklah turun dalam kapasitasnya sebagai nabi (baru) dengan membawa syariat yang menghapus syariat Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan tidak ada sesuatu yang membenarkan pendapat mereka pada hadits-hadits yang shahih maupun yang lainnya.
• Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu meriwayatkan hadits ini pada beberapa tempat dalam Shahih-nya, di antaranya pada Kitabul Buyu’ (Jual Beli). Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu berkata: “Dimasukkannya hadits tersebut pada bab ini adalah sebagai isyarat bahwa hewan yang diperintahkan untuk dibunuh, maka tidak diperbolehkan untuk diperjualbelikan. Juga diharamkan pemanfaatan dan memakannya, serta bahwa babi adalah hewan yang najis. Hal ini ditinjau dari sisi bahwa sesuatu yang dapat diambil manfaatnya tidak disyariatkan untuk dirusak (dibinasakan).”
• Beliau juga meriwayatkan hadits ini pada Kitabul Mazhalim. Kedzaliman/ ketidakadilan adalah nama yang dipakai untuk menunjukkan sesuatu yang diambil bukan dengan cara yang haq (benar), atau meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya yang syar’i. Sisi pendalilan hadits dalam bab ini adalah adanya isyarat bahwa barangsiapa membunuh babi-babi dan menghancurkan salib maka tidak dituntut untuk membayar denda (artinya hal itu bukan merupakan bentuk kedzaliman). Karena hal itu merupakan perbuatan yang diperintahkan oleh syariat (Islam), dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwa Nabi Isa ‘alaihissalam akan melakukannya. Di mana Isa ‘alaihissalam turun dalam keadaan membawa syariat yang sama dengan syariat Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diperbolehkannya menghancurkan salib (dalam hal ini) berlaku pada orang-orang kafir harbi (orang kafir yang memusuhi/memerangi Islam) atau pada orang-orang dzimmi yang melanggar batas ketentuan. Apabila orang-orang dzimmi tidak melanggar batas ketentuan namun seorang muslim menghancurkan salib mereka (kafir dzimmi), hal ini dianggap sebagai bentuk pelanggaran (kedzaliman). Sesuai dengan apa yang mereka pahami bahwa apabila telah membayar upeti maka terjamin keamanannya. Di sinilah letak rahasia, kenapa Nabi Isa ‘alaihissalam menghukumi secara rata dalam menghancurkan salib di waktu itu. Karena beliau diutus untuk meletakkan/ menghapus upeti (tidak menerimanya). Dan hal ini bukanlah dianggap sebagai bentuk penghapusan atas syariat Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan yang menghapus adalah syariat Islam melalui sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam pada hadits di atas dan beliau menyetujui segala apa yang akan dilakukan Nabi Isa ‘alaihissalam (mengikrarkannya).
• Bolehnya mengubah kemungkaran dan menghancurkan atau merusak sarana-sarana kebatilan dengan catatan tidak mengakibatkan kerusakan yang lebih besar. (Fathul Bari, Syarh An-Nawawi cet. Darul Hadits)

Faedah lain yang berkaitan dengan Isa Al-Masih bin Maryam
• Hikmah turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam pada waktu yang dekat dengan hari kiamat dan bukan waktu yang lainnya. Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu dalam kitabnya At-Tadzkirah (hal. 562-563) menyebutkan beberapa kemungkinan:
Pertama: Keinginan orang-orang Yahudi untuk membunuh dan menyalibnya. Dan perkara ini berjalan sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta’ala beritakan dalam Al-Qur`an, mereka mengaku telah membunuh Nabi Isa ‘alaihissalam, menisbahkan sihir dan perkara yang Allah Subhanahu wa Ta’ala tiadakan (dan Allah Subhanahu wa Ta’ala sucikan beliau dari semua itu), kepada beliau ‘alaihissalam. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan kepada mereka kehinaan sejak mulia dan nampaknya Islam. Hal ini berlanjut hingga saat dekatnya hari kiamat. Kemudian muncullah Dajjal sebagai tukang sihir yang paling utama. Orang-orang Yahudi kemudian membaiatnya hingga pada akhirnya kaum muslimin memerangi mereka dan tidak mereka dapati tempat persembunyian hingga pohon, batu, maupun dinding pun menyerukan tempat di mana mereka bersembunyi. Hingga mereka dihadapkan kepada dua perkara: masuk Islam atau dibunuh. Dan begitulah yang berlaku atas setiap orang kafir dari semua golongan, hingga tidak tertinggal di muka bumi ini seorang kafir pun.
Kedua: turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam menunjukkan pada dekatnya ajal beliau, bukan dalam rangka membunuh Dajjal. Karena tidak sepantasnya bagi makhluk yang diciptakan dari tanah untuk meninggal di langit. Akan tetapi perkaranya berjalan sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta’ala firmankan:
مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ وَفِيْهَا نُعِيْدُكُمْ وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى
“Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain.” (Thaha: 55)
Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan Nabi Isa ‘alaihissalam untuk dikuburkan di bumi sebagaimana para nabi yang lain. Itulah sebab diturunkannya Nabi Isa ‘alaihissalam, meskipun bersamaan di waktu itu muncul Dajjal.
Ketiga: didapatkan dalam Injil tentang keutamaan umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang tersebut dalam ayat:
ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي اْلإِنْجِيْلِ
“Demikianlah sifat-sifat mereka (umat Muhammad) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil.” (Al-Fath: 29)
Kemudian Nabi Isa ‘alaihissalam berdoa agar Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan dirinya termasuk dari umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mengabulkan doanya, kemudian mengangkatnya ke langit sampai diturunkannya kembali pada akhir zaman sebagai seorang mujaddid (pembaharu) agama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bersamaan itu pula muncullah Dajjal dan beliau pun membunuhnya.
• Para ulama berselisih pendapat dalam menanggapi lafadz Al-Masih hingga mencapai 23 pendapat. Di antaranya: 
- Ibnu ‘Abbas c menyatakan: “Tidaklah beliau mengusap seseorang yang berpenyakit kecuali sembuh. Tidak pula mayat kecuali hidup kembali.”
- Dinamai Al-Masih karena bagusnya wajah beliau (tampan) karena kata Al-Masih secara bahasa bermakna wajah yang tampan.
- Ada yang berpendapat dinamai Al-Masih karena beliau mengembara. Kadang berada di Syam, di Mesir, menyusuri pantai dan lain-lain.
Al-Hafizh Abu Nu’aim rahimahullahu dalam kitabnya Dala`ilun Nubuwwah menjelaskan: “Ibnu Maryam dinamai Al-Masih, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menghapuskan dosa-dosa darinya.” Pada tempat lain beliau berkata: “Dinamai demikian karena Jibril ‘alaihissalam mengusap beliau dengan barakah. Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ
“Dan Dia menjadikan aku sebagai seorang yang diberkati di mana saja aku berada.” (Maryam: 31)
Wallahu a’lam bish-shawab, wal ‘ilmu ‘indallah.




Silahkan mengcopy dan memperbanyak artikel ini
dengan mencantumkan sumbernya yaitu : www.asysyariah.com

Turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam di Akhir Zaman, Sebuah Akidah yang Wajib Diimani



Turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam di Akhir Zaman, Sebuah Akidah yang Wajib Diimani
Penulis: Al-Ustadz Qomar ZA, Lc
Syariah, Kajian Utama, 15 - November - 2007, 01:59:36


Muara dari kisah Nabi Isa ‘alaihissalam masih samar bagi sebagian kaum muslimin. Terlebih hal ini terancukan oleh keyakinan Nasrani yang meyakini bahwa Isa telah wafat karena disalib. Bagaimana kisah sebenarnya dari nabi Isa ‘alaihissalam ini?

Siapakah Isa Al-Masih1?
Dia adalah Isa Ibnu (putra) Maryam, seorang hamba Allah (Abdullah) dan utusan-Nya (Rasulullah) serta Nabi-Nya. Hal itu sebagaimana diungkapkan oleh Nabi Isa ‘alaihissalam sendiri, seperti yang dikisahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat-ayat Al-Qur`an:
قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا. وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ ‎وَأَوْصَانِي بِالصَّلاَةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا. وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا. وَالسَّلاَمُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوْتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا. ذَلِكَ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ قَوْلَ الْحَقِّ الَّذِي فِيْهِ يَمْتَرُوْنَ. مَا كَانَ لِلَّهِ أَنْ يَتَّخِذَ مِنْ وَلَدٍ سُبْحَانَهُ إِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُوْلُ لَهُ كُنْ فَيَكُوْنُ. وَإِنَّ اللهَ رَبِّي وَرَبُّكُمْ فَاعْبُدُوْهُ هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيْمٌ. فَاخْتَلَفَ اْلأَحْزَابُ مِنْ بَيْنِهِمْ فَوَيْلٌ لِلَّذِيْنَ كَفَرُوا مِنْ مَشْهَدِ يَوْمٍ عَظِيْمٍ
“Berkata Isa: ‘Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup, serta berbakti kepada ibuku. Dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.’ Itulah Isa putera Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya. Tidak layak bagi Allah mempunyai anak, Maha Suci Dia. Apabila Dia telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya: ‘Jadilah,’ maka jadilah ia. Sesungguhnya Allah adalah Rabbku dan Rabbmu, maka sembahlah Dia oleh kamu sekalian. Ini adalah jalan yang lurus. Maka berselisihlah golongan-golongan (yang ada) di antara mereka. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang kafir pada waktu menyaksikan hari yang besar.” (Maryam: 30-37) 
إِنْ هُوَ إِلاَّ عَبْدٌ أَنْعَمْنَا عَلَيْهِ وَجَعَلْنَاهُ مَثَلاً لِبَنِي إِسْرَائِيْلَ
“Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat (kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani Israil.” (Az-Zukhruf: 59)
مَا الْمَسِيْحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلاَّ رَسُوْلٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيْقَةٌ كَانَا يَأْكُلاَنِ الطَّعَامَ انْظُرْ كَيْفَ نُبَيِّنُ لَهُمُ اْلآيَاتِ ثُمَّ انْظُرْ أَنَّى يُؤْفَكُوْنَ
“Al-Masih putera Maryam hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang membenarkan, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli Kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memerhatikan ayat-ayat Kami itu).” (Al-Ma`idah: 75)
Ayat yang menegaskan demikian cukup banyak, apa yang disebutkan sudah cukup menjelaskan siapakah Nabi Isa ‘alaihissalam. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Ubadah ibnush Shamit radhiyallahu ‘anhu juga disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَأَنَّ عِيْسَى عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوْحٌ مِنْهُ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ أَدْخَلَهُ اللهُ الْجَنَّةَ عَلىَ مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ 
“Barangsiapa bersaksi bahwa tiada ilah yang benar kecuali Allah satu-satu-Nya, tiada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad hamba dan Rasul-Nya, dan bahwa Isa adalah hamba dan Rasul-Nya serta kalimat-Nya yang Allah lontarkan kepada Maryam, dan bahwa surga itu benar dan neraka itu benar, maka Allah akan memasukkannya ke dalam Al-Jannah sesuai dengan amalnya.” (Shahih, HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan demikian, Nabi Isa ‘alaihissalam sama sekali tidak memiliki sifat-sifat ketuhanan, sehingga tidak berhak untuk diibadahi atau dipertuhankan. Sebagaimana juga beliau adalah seorang rasul yang berhak untuk mendapatkan hak-haknya sebagai rasul, sehingga harus diimani kerasulannya, dicintai dan dihormati yang semua itu tidak melebihi kedudukannya sebagai manusia. Tidak boleh pula dihinakan atau dilecehkan, lebih-lebih dikatakan sebagai anak zina.

Sifat Fisik Nabi Isa ‘alaihissalam
Beliau adalah seorang lelaki yang postur tubuhnya tidak tinggi tidak pula pendek, kulitnya kemerahan, dadanya bidang2, rambutnya lurus, melebihi ujung telinganya, telah beliau sisir dan memenuhi antara dua pundaknya3. Rambutnya meneteskan air seolah-olah baru keluar dari kamar mandi4.

Sikap yang benar terhadap Nabi Isa
Sesungguhnya Nabi yang mulia ini memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam. Namun tidak diketahui oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani atau mereka pura-pura bodoh terhadapnya dalam realita mereka, atau dalam keyakinan serta tulisan-tulisan mereka. Islam telah memenuhi kedudukan mulia tersebut, menetapkannya dengan sebaik-baiknya, serta menyempurnakannya. Islam juga bersikap obyektif dalam banyak ayat yang jelas dan mulia. Hanya apa yang ditetapkan Islam itulah yang dapat diterima oleh akal yang sehat, bukan selainnya. (Mauqiful Islam Min ‘Isa ‘alaihissalam, hal. 3)
Sikap yang benar terhadap Nabi Isa ‘alaihissalam adalah meyakini bahwa beliau adalah Hamba Allah dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala utus beliau kepada Bani Israil, ia tercipta dengan kalimat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Allah Subhanahu wa Ta’ala lontarkan kepada Maryam, beliau adalah salah satu Ulul ‘Azmi dari kalangan para Rasul, berbagai keistimewaan Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepadanya, Allah Subhanahu wa Ta’ala ciptakan dengan sebuah kalimat-Nya yang ditujukan kepada Maryam yaitu kata ‘kun’ (jadilah), sehingga jadilah sebuah janin pada perut Maryam, wanita mulia lagi shalihah yang tidak pernah terjamah siapapun. Ia dapat berbicara saat bayinya, Allah Subhanahu wa Ta’ala beri mukjizat berupa menghidupkan orang mati dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala, menyembuhkan orang dari penyakit sopak dan bisu, serta dapat memberi tahu apa yang dimakan oleh orang-orang dan apa yang disimpan di rumah mereka. (Sebagaimana tercantum dalam surat Ali Imran: 45-50)
Atas dasar segala keistimewaan yang ada tersebut maka kita mengimaninya, mencintai, dan menghormatinya. Namun dengan segala keistimewaan yang ada tersebut, beliau tetaplah sebagai manusia yang tidak memiliki sifat-sifat ketuhanan sehingga tidak boleh dipertuhankan, bukan Tuhan atau Anak Tuhan atau salah satu dari tiga unsur Tuhan.

Sikap ekstrem Nasrani
Orang-orang Nasrani yang mengaku sebagai pengikut Nabi Isa meyakini bahwa Nabi Isa adalah sebagai Tuhan atau Anak Tuhan, atau dia adalah Tuhan anak yang merupakan salah satu dari tiga unsur trinitas, yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan Ruhul Qudus. Masing-masing berbeda dari yang lain, akan tetapi ketiganya merupakan Tuhan yang satu.
Keyakinan semacam ini terhadap Nabi Isa ‘alaihissalam tentu keyakinan ekstrem, yang teramat keliru menurut agama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dibawa para rasul, termasuk yang dibawa Nabi Isa ‘alaihissalam itu sendiri. Di mana keyakinan semacam ini artinya mendudukkan Nabi Isa ‘alaihissalam bukan pada tempatnya, melebihi posisinya sebagai seorang manusia. Nabi Isa sendiri sangat mengingkari keyakinan ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan:
وَإِذْ قَالَ اللهُ يَا عِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ ءَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُوْنِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُوْنِ اللهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُوْنُ لِي أَنْ أَقُوْلَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنْتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلاَ أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ. مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلاَّ مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيْدًا مَا دُمْتُ فِيْهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيْبَ عَلَيْهِمْ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: “Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan/sesembahan selain Allah?’.” Isa menjawab: “Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan) nya yaitu: ‘Sembahlah Allah, Rabbku dan Rabbmu’, dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.” (Al-Ma`idah: 116-117)
Ini merupakan salah satu kekafiran dan kesesatan terbesar, karena hal itu merupakan puncak celaan terhadap kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala, keagungan serta rububiyah-Nya. Tidak ada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala melainkan makhluk-Nya yang tunduk kepada keagungan dan kebesaran-Nya, serta terbebani beban ibadah kepada-Nya. (Mauqiful Islam Min ‘Isa)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَقَالَتِ الْيَهُوْدُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيْحُ ابْنُ اللهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُوْنَ قَوْلَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللهُ أَنَّى يُؤْفَكُوْنَ
“Orang-orang Yahudi berkata: ‘Uzair itu putera Allah’ dan orang Nasrani berkata: ‘Al-Masih itu putera Allah.’ Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?” (At-Taubah: 30)
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِيْنَ قَالُوا إِنَّ اللهَ هُوَ الْمَسِيْحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيْحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيْلَ اعْبُدُوا اللهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِيْنَ مِنْ أَنْصَارٍ. لَقَدْ كَفَرَ الَّذِيْنَ قَالُوا إِنَّ اللهَ ثَالِثُ ثَلاَثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلاَّ إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُوْلُوْنَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: ‘Sesungguhnya Allah adalah Al-Masih putera Maryam’, padahal Al-Masih (sendiri) berkata: ‘Hai Bani Israil, sembahlah Allah Rabbku dan Rabbmu.’ Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: ‘Bahwasanya Allah adalah salah satu dari yang tiga’, padahal sekali-kali tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Ilah Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (Al-Ma`idah: 72-73)
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا. لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا. تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ اْلأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا. أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا. وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا. إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ إِلاَّ آتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا
“Dan mereka berkata: ‘Rabb Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.’ Sesungguhnya kamu telah mendatangkan suatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Rabb Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Rabb Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.” (Maryam: 88-93)
Dalam Injil-pun terdapat bantahan terhadap aqidah ini. Di mana disebutkan di dalam seluruh kitab Injil bahwa Isa adalah putra Maryam dan menimpanya apa yang menimpa manusia. Di antaranya bahwa ia menjadi ada setelah ketiadaan, butuh makan dan minum, merasa letih dan ia tidur bahkan mati5, serta sifat-sifat kemanusiaan lainnya. (Dirasat fil Adyan, Su’ud Al-Khalaf hal. 136)
Terdapat pula ucapan-ucapan Nabi Isa ‘alaihissalam dalam Injil bahwa ia adalah seorang Rasul (utusan). Dalam Injil Matius (10/40) Nabi Isa mengatakan: ”Siapa yang menerima kalian berarti ia menerima aku, dan siapa yang menerima aku berarti menerima yang mengutusku.” (Dirasat fil Adyan, Su’ud Al-Khalaf, hal. 136)
Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Qur`an:
مَا الْمَسِيْحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلاَّ رَسُوْلٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيْقَةٌ كَانَا يَأْكُلاَنِ الطَّعَامَ انْظُرْ كَيْفَ نُبَيِّنُ لَهُمُ اْلآيَاتِ ثُمَّ انْظُرْ أَنَّى يُؤْفَكُوْنَ
“Al-Masih putera Maryam hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang membenarkan, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli Kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memerhatikan ayat-ayat Kami itu).” (Al-Ma`idah: 75)
Ia juga mengajak untuk beribadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Disebutkan dalam Injil Matius (4/10) bahwa Nabi Isa mengatakan: “Untuk Rabb sesembahanmu kamu melakukan sujud, dan hanya kepada-Nya kamu beribadah.” (Dirasat fil Adyan, Su’ud Al-Khalaf, hal. 138)
Dalam Injil Yohanes, Al-Masih mengatakan: “Inilah kehidupan yang abadi, yaitu agar mereka tahu bahwa Engkaulah sesembahan yang sesungguhnya, satu-satu-Nya, sedangkan Yesus Al-Masih, dialah yang Engkau utus.” (Dirasat fil Adyan, Su’ud Al-Khalaf, hal. 138)
Ini sesuai dengan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala kisahkan tentang Al-Masih bahwa beliau mengatakan:
إِنَّ اللهَ رَبِّي وَرَبُّكُمْ فَاعْبُدُوْهُ هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيْمٌ
“Sesungguhnya Allah, Rabbku dan Rabb kalian, karena itu sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus.” (Ali ‘Imran: 51)

Sikap tafrith (meremehkan) Kaum Yahudi terhadap Nabi Isa ‘alaihissalam
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَاخْتَلَفَ اْلأَحْزَابُ مِنْ بَيْنِهِمْ فَوَيْلٌ لِلَّذِيْنَ كَفَرُوا مِنْ مَشْهَدِ يَوْمٍ عَظِيْمٍ
“Maka berselisihlah golongan-golongan (yang ada) di antara mereka. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang kafir pada waktu menyaksikan hari yang besar.” (Maryam: 37)
Dalam ayat tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala terangkan perbedaan pendapat manusia tentang Nabi Isa ‘alaihissalam, padahal telah Allah Subhanahu wa Ta’ala terangkan dengan begitu jelas siapakah sebenarnya beliau. Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan ketika menafsirkan ayat tersebut: “Yakni ucapan Ahlul kitab saling berselisih tentang Nabi Isa setelah kejelasan siapakah sebenarnya beliau dan setelah jelasnya keadaan beliau, bahwa beliau adalah hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya dan kalimat-Nya yang Allah Subhanahu wa Ta’ala lontarkan kepada Maryam serta roh dari-Nya. Maka sekelompok dari mereka, yaitu mayoritas Yahudi –semoga Allah melaknati mereka– menetapkan bahwa Isa adalah anak zina dan mereka mengatakan bahwa ucapan Isa (ketika bayi) adalah sihir. Sedangkan sekelompok yang lain (sebagian orang Nasrani, pent), mengatakan: ‘Yang bicara itu sesungguhnya hanyalah Allah’, yang lain mengatakan: ‘Bahkan itu anak Allah’, yang lain mengatakan: ‘Itu adalah salah satu dari tiga unsur tuhan (trinitas)’, Yang lain mengatakan: ‘Dia adalah hamba Allah dan utusan-Nya’. Dan itulah kebenaran yang Allah Subhanahu wa Ta’ala bimbing kaum mukminin kepadanya.” (Tafsir Al-Qur`anul ‘Azhim, 3/127)
Dalam surat An-Nisa ayat 156 disebutkan:
وَبِكُفْرِهِمْ وَقَوْلِهِمْ عَلَى مَرْيَمَ بُهْتَانًا عَظِيْمًا
“Dan karena kekafiran mereka (terhadap ‘Isa), dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar.”
Ditafsirkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dan yang lain bahwa maksudnya adalah orang Yahudi menuduh Maryam berzina.
Ibnu Katsir rahimahullahu menjelaskan: “Dan itu sangat nampak dalam ayat, bahwa Yahudi menuduh putra Maryam dan Maryam dengan berbagai tuduhan besar, sehingga menganggap bahwa Maryam adalah pelacur dan mengandung anak hasil zina. Sebagian mereka menambahkan tuduhan bahwa ia melakukan zina dalam keadaan haid. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala timpakan pada mereka laknat-Nya yang berturut-turut, sampai hari kiamat.” (Tafsir Al-Qur`anul ‘Azhim, 1/574)
Ucapan orang-orang Yahudi itu tentu sangat berlebihan. Sebuah penghinaan yang sangat tidak pantas ditujukan pada manusia umumnya, lebih-lebih kepada seorang Nabi dan Rasul pilihan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala muliakan dengan berbagai kemuliaan, salah satu dari ulul azmi. Padahal beliau membenarkan kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa ‘alaihissalam untuk kaum Yahudi.
Dalam hal ini, Yahudi berada pada kutub yang sangat berlawanan dengan ucapan orang Nasrani.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membantah bualan orang Yahudi itu dalam ayat-ayat-Nya mulia:
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ مَرْيَمَ إِذِ انْتَبَذَتْ مِنْ أَهْلِهَا مَكَانًا شَرْقِيًّا. فَاتَّخَذَتْ مِنْ دُوْنِهِمْ حِجَابًا فَأَرْسَلْنَا إِلَيْهَا رُوْحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا. قَالَتْ إِنِّي أَعُوْذُ بِالرَّحْمَنِ مِنْكَ إِنْ كُنْتَ تَقِيًّا. قَالَ إِنَّمَا أَنَا رَسُوْلُ رَبِّكِ لِأَهَبَ لَكِ غُلاَمًا زَكِيًّا. قَالَتْ أَنَّى يَكُوْنُ لِي غُلاَمٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ وَلَمْ أَكُ بَغِيًّا. قَالَ كَذَلِكِ قَالَ رَبُّكِ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَلِنَجْعَلَهُ آيَةً لِلنَّاسِ وَرَحْمَةً مِنَّا وَكَانَ أَمْرًا مَقْضِيًّا فَحَمَلَتْهُ فَانْتَبَذَتْ بِهِ مَكَانًا قَصِيًّا
“Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al-Qur`an, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus malaikat kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata: ‘Sesungguhnya aku berlindung darimu kepada Rabb Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa.’ Ia (Jibril) berkata: ‘Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Rabbmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.’ Maryam berkata: ‘Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!’ Jibril berkata: ‘Demikianlah. Rabbmu berfirman: ‘Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan.’ Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh.” (Maryam: 16-22)
Sampai pada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَأَتَتْ بِهِ قَوْمَهَا تَحْمِلُهُ قَالُوا يَا مَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئًا فَرِيًّا. يَا أُخْتَ هَارُوْنَ مَا كَانَ أَبُوْكِ امْرَأَ سَوْءٍ وَمَا كَانَتْ أُمُّكِ بَغِيًّا فَأَشَارَتْ إِلَيْهِ قَالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا. قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا. وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ ‎وَأَوْصَانِي بِالصَّلاَةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا. وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا. وَالسَّلاَمُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوْتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا. ذَلِكَ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ قَوْلَ الْحَقِّ الَّذِي فِيْهِ يَمْتَرُوْنَ
“Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata: ‘Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina’, maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: ‘Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?’ Berkata Isa: ‘Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.’ Itulah Isa putera Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya.” (Maryam: 27-34)
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang menerangkan hakikat penciptaan Isa.

Diangkatnya Nabi Isa ‘alaihissalam dan bahwa Beliau belum Wafat
Orang-orang Yahudi mengklaim bahwa mereka telah membunuh Nabi Isa ‘alaihissalam dan mereka berbangga dengan itu. Mereka berkeyakinan bahwa orang yang terbunuh dengan disalib adalah orang yang mendapatkan laknat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tapi sungguh aneh dan disayangkan bahwa orang-orang Nasrani pun meyakini kematian Nabi Isa di tiang aslib. Ini semua karena kebodohan mereka akan hakikat apa yang terjadi pada Nabi Isa. Lebih dari itu, mereka meyakini bahwa beliau dengan kematiannya yang tersalib adalah sebagai penebus dosa-dosa anak manusia karena kesalahan Nabi Adam ‘alaihissalam. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah ampuni Adam jauh-jauh hari sebelum lahirnya Isa. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ثُمَّ اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدَى
“Kemudian Rabbnya memilihnya maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk.” (Thaha: 122)
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membantah semua itu melalui ayat-ayat-Nya yang mulia:
وَبِكُفْرِهِمْ وَقَوْلِهِمْ عَلَى مَرْيَمَ بُهْتَانًا عَظِيْمًا. وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيْحَ عِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُوْلَ اللهِ وَمَا قَتَلُوْهُ وَمَا صَلَبُوْهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِيْنَ اخْتَلَفُوا فِيْهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلاَّ اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوْهُ يَقِيْنًا. بَلْ رَفَعَهُ اللهُ إِلَيْهِ وَكَانَ اللهُ عَزِيْزًا حَكِيْمًا. وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلاَّ لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُوْنُ عَلَيْهِمْ شَهِيْدًا
“Dan karena kekafiran mereka (terhadap ‘Isa), dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar (zina), dan karena ucapan mereka: ‘Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah’, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari Kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka.” (An-Nisa`: 156-159)
Di antara pengekor Yahudi dan Nasrani dalam hal kematian Isa adalah aliran Ahmadiyah-Qadyaniyyah yang telah divonis kafir oleh para ulama dan lembaga-lembaga Islam. Mereka meyakini demikian demi mencapai misi mereka, yaitu untuk menyatakan bahwa nanti yang dibangkitkan bukanlah Isa yang sesungguhnya karena ia telah wafat, tapi yang dibangkitkan adalah orang yang serupa Isa. Mereka maksudkan adalah pemimpin mereka yaitu Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadyani. Mereka sempat berdalil dengan beberapa ayat yang dianggap oleh mereka mendukung keyakinan sesat mereka. Akan datang nanti, insya Allah, bantahannya.
Dari keterangan di atas nyatalah bahwa Isa belum meninggal, bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala angkat menuju kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menyatakan:
وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللهُ وَاللهُ خَيْرُ الْمَاكِرِيْنَ. إِذْ قَالَ اللهُ يَا عِيْسَى إِنِّي مُتَوَفِّيْكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا وَجَاعِلُ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْكَ فَوْقَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأَحْكُمُ بَيْنَكُمْ فِيْمَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَ
“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. (Ingatlah), ketika Allah berfirman: ‘Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya’.” (Ali ‘Imran: 54-55)
Mereka bermakar, yakni hendak membunuh Nabi Isa ‘alaihissalam dan memadamkan cahaya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di antara yang menunjukkan bahwa beliau masih hidup adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلاَّ لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُوْنُ عَلَيْهِمْ شَهِيْدًا
“Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari Kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka.” (An-Nisa`: 159)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa maksudnya adalah beriman dengan Nabi Isa sebelum kematian beliau. (Riwayat Ibnu Jarir rahimahullahu dan sanadnya dishahihkan Ibnu Hajar rahimahullahu. Lihat Fathul Bari, 4/492)
Al-Hasan rahimahullahu mengatakan: “Maksudnya sebelum kematian Isa. Demi Allah, sungguh dia sekarang hidup di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, tapi bila beliau turun nanti semuanya akan beriman.” (Tafsir Ath-Thabari, dinukil dari Asyrathus Sa’ah hal. 346)

Turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam dan Itu Sebagai Tanda Hari Kiamat
Tentang turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam telah disebutkan oleh ayat Al-Qur`an yang sekaligus menunjukkan bahwa itu sebagai salah satu tanda hari kiamat. Di antara dalil yang menunjukkan demikian adalah:
إِنْ هُوَ إِلاَّ عَبْدٌ أَنْعَمْنَا عَلَيْهِ وَجَعَلْنَاهُ مَثَلاً لِبَنِي إِسْرَائِيلَ. وَلَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَا مِنْكُمْ مَلاَئِكَةً فِي اْلأَرْضِ يَخْلُفُوْنَ. وَإِنَّهُ لَعِلْمٌ لِلسَّاعَةِ فَلاَ تَمْتَرُنَّ بِهَا وَاتَّبِعُوْنِ هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيْمٌ
“Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat (kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani Israil. Dan kalau Kami kehendaki benar-benar Kami jadikan sebagai gantimu di muka bumi malaikat-malaikat yang turun temurun. Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar adalah tanda bagi hari kiamat. Karena itu janganlah kamu ragu-ragu tentang kiamat itu dan ikutilah Aku. Inilah jalan yang lurus.” (Az-Zukhruf: 59-61)
“Dan sesungguhya Isa itu adalah tanda bagi hari kiamat”, maksudnya adalah bahwa turunnya Isa termasuk tanda-tanda hari kiamat, dan dengan itu diketahui bahwa kiamat sudah dekat. Demikian menurut penafsiran Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Adh-Dhahhak, dan As-Suddi. (Zadul Masir, 7/325, Al-Qurthubi, 16/105). Dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma membacanya dengan لَعَلَمٌ yang berarti tanda.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentang tafsir “Dan sungguh Isa itu adalah tanda bagi hari kiamat’, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan:
نُزُوْلُ عِيْسَى ابْنِ مَرْيَمَ مِنْ قَبْلِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Itu adalah turunnya Isa bin Maryam sebelum hari kiamat.” (HR. Ibnu Hibban dalam Shahih-nya. Bab Al-Bayan bi anna Nuzul Isa ibni Maryam min A’lamis Sa’ah, 15/228 no. 6817)
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلاَّ لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُوْنُ عَلَيْهِمْ شَهِيْدًا
“Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari Kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka.” (An-Nisa`: 159)
Telah lewat tafsir Al-Hasan rahimahullahu terhadap ayat ini.
Adapun hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka cukup banyak yang menunjukkan akan turunnya Isa bahkan sampai kepada derajat mutawatir, sebagaimana disebutkan oleh para ulama hadits dan yang lain, seperti Ibnu Jarir, Ath-Thabari, Ibnu Katsir, Shiddiq Hasan Khan, Anwar Syah Al-Kasymiri, Al-Azhim Abadi, Asy-Syaikh Al-Albani6, dan akan kita sebutkan nanti sebagian ucapan mereka. Dan di sini saya akan sebutkan sebagian hadits tersebut.
1. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia mengatakan: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَيُوْشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيْكُمُ بْنُ مَرْيَمَ حَكَمًا عَدْلاً فَيَكْسِرَ الصَّلِيْبَ وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيْرَ وَيَضَعَ الْجِزْيَةَ وَيَفِيْضَ الْمَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ حَتَّى تَكُوْنَ السَّجْدَةُ الْوَاحِدَةُ خَيْرًا مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا. ثُمَّ يَقُوْلُ أَبُوْ هُرَيْرَةَ: وَاقْرَؤُوا إِنْ شِئْتُمْ {وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلاَّ لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُوْنُ عَلَيْهِمْ شَهِيْدًا}
“Demi Yang jiwaku ada di tangan-Nya, hampir-hampir akan turun di tengah-tengah kalian Ibnu (putra) Maryam, sebagai hakim yang adil. Ia memecahkan salib, membunuh babi, dan meletakkan (tidak memungut, pent.) jizyah, dan harta ketika itu melimpah tidak seorang pun menerimanya, sehingga satu sujud menjadi lebih baik daripada dunia dan apa yang ada padanya.” Abu Hurairah mengatakan: Bacalah bila kalian mau, ayat (artinya): Dan tidaklah seorang pun dari ahlul kitab kecuali akan benar-benar beriman kepadanya sebelum kematiannya, dan di hari kiamat nanti ia akan menjadi saksi bagi mereka.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 3264, 3/1272. Bab 50 Nuzul Isa bin Maryam ‘alaihissalam; Muslim no. 155, 1/135 Bab 71 Nuzul Isa bin Maryam Hakiman bi Syari’ati Nabiyyina Muhammad. Ini adalah lafadz Al-Bukhari)
2. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia mengatakan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ بْنُ مَرْيَمَ فِيْكُمْ وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ 
“Bagaimana kalian bila turun putra Maryam di tengah-tengah kalian dan imamnya dari kalian.” (HR. Al-Bukhari, Kitab Ahaditsul Anbiya` Bab 49 Nuzul Isa ibn Maryam no. 3449; Muslim Kitabul Iman 1/135 no. 390, Bab 71 Nuzul Isa bin Maryam Hakiman bi Syari’ati Nabiyyina Muhammad cet. Darul Ma’rifah)
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma ia mengatakan: Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُوْنَ عَلىَ الْحَقِّ ظَاهِرِيْنَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. قَالَ: فَيَنْزِلُ عِيْسَى بْنُ مَرْيَمَ عَلَيْهِ السَّلاَمِ فَيَقُوْلُ أَمِيْرُهُمْ: تَعَالَ صَلِّ لَنَا. فَيَقُوْلُ: لاَ إِنَّ بَعْضَكُمْ عَلىَ بَعْضٍ أُمَرَاءُ تَكْرِمَةَ اللهِ هَذِهِ اْلأُمَّةَ
“Masih tetap sekelompok dari umatku mereka berperang di atas kebenaran, mereka unggul sampai pada hari kiamat.” Beliau besabda: “Lalu turunlah Isa bin Maryam, lalu pemimpin kaum muslimin mengatakan: ‘Kemari, jadilah imam kami.’ Maka ia menjawab: ‘Sesungguhya sebagian kalian pemimpin atas sebagian yang lain sebagai kemuliaan Allah atas umat ini’.” (Shahih, HR. Muslim, 2/368 Bab 71 Nuzul Isa bin Maryam Hakiman bi Syari’ati Nabiyyina Muhammad; Ibnu Hibban, no. 6819, 15/231, Bab Al-Bayan bi Anna Imama Hadzihil Ummah ‘inda Nuzul ‘Isa bin Maryam Yakunu minhum duna an yakuna ‘Isa Imamahm fi Dzalika Az-Zaman)
Dari Hudzaifah bin Usaid Al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
اطَّلَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْنَا وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ فَقَالَ: مَا تَذَاكَرُوْنَ؟ قَالُوا: نَذْكُرُ السَّاعَةَ. قَالَ: إِنَّهَا لَنْ تَقُوْمَ حَتَّى تَرَوْنَ قَبْلَهَا عَشْرَ آيَاتٍ؛ فَذَكَرَ الدُّخَانَ وَالدَّجَّالَ وَالدَّابَّةَ وَطُلُوْعَ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا وَنُزُوْلَ عِيْسَى بْنِ مَرْيَمَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ وَيَأَجُوْجَ وَمَأْجُوْجَ وَثَلاَثَةَ خُسُوْفٍ خَسْفٌ بِالْمَشْرِقِ وَخَسْفٌ بِالْمَغْرِبِ وَخَسْفٌ بِجَزِيْرَةِ الْعَرَبِ وَآخِرُ ذَلِكَ نَارٌ تَخْرُجُ مِنَ الْيَمَنِ تَطْرُدُ النَّاسَ إِلَى مَحْشَرِهِمْ
Rasulullah melihat kami dalam keadaan kami sedang saling mengingat, maka beliau mengatakan: “Sedang saling mengingatkan apa kalian? Mereka menjawab bahwa kami sedang saling mengingat hari kiamat. Beliau mengatakan: Kiamat tidak akan bangkit sehingga kalian melihat 10 tanda, lalu beliau menyebut: Asap, dajjal, binatang, terbitnya matahari dari barat, turunnya Isa bin Maryam, Ya`juj dan Ma`juj, 3 peristiwa tenggelamnya (suatu daerah, -pent) ke dalam bumi, di daerah barat, di daerah timur, dan di jazirah Arab, yang terakhir adalah api yang muncul dari negeri Yaman yang menggiring manusia ke tempat berkumpulnya mereka.” (Shahih, HR. Muslim, Kitabul Fitan Wa Asyrathus Sa’ah, Bab Fil Ayat Allati Takunu Qabla As-Sa’ah, 18/234 no. 7214. Cet. Darul Ma’rifah. Hadits ini diriwayatkan pula oleh yang lain)
Atas dasar dalil-dalil yang ada maka kaum muslimin bersepakat akan turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam di akhir zaman, sebagaimana keterangan para ulama berikut ini:
Ibnu ‘Athiyyah rahimahullahu mengatakan: “Umat telah berijma’ atas apa yang terkandung dalam hadits yang mutawatir, bahwa Isa hidup di langit dan bahwa ia akan turun di akhir zaman. Lalu ia akan membunuh babi dan memecah salib, membunuh Dajjal, melimpahkan keadilan dan agama akan unggul –yaitu agama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam– dan beliau akan haji dan tinggal di bumi selama 24 tahun, dan dikatakan pula selama 40 tahun.” (Tafsir Al-Muharrar Al-Wajiz, 3/143)
As-Safarini rahimahullahu mengatakan: “Umat telah berijma’ akan turunnya Isa dan tidak ada yang menyelisihinya dari ahlu syariah (pengikut syariah). Yang mengingkari hanyalah para filosof dan atheis, yang tidak diperhitungkan penyelisihannya. Dan telah terdapat ijma’ pula bahwa ia turun dan berhukum dengan syariat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan dengan syariat yang tersendiri saat turunnya.” (Lawami’ Al-Anwar, 2/94-95)
Di antara yang menukilkan ijma’ juga adalah Al-Munawi rahimahullahu dalam kitabnya Faidhul Qadir. (Lihat Iqamatul Burhan)
Dengan ini, maka hal ini menjadi aqidah muslimin. Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Al-Azhim Abadi mengatakan: “Telah mutawatir berita dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal turunnya Isa bin Maryam ‘alaihissalam dari langit dengan jasadnya ke bumi saat mendekati terjadinya kiamat. Dan ini adalah mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah.” (‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud, 11/457)
Demikian pula kita dapati para ulama yang menuliskan aqidah Ahlus Sunnah, mereka menyebutkan bahwa keyakinan ini sebagai salah satu aqidah Ahlus Sunnah. Sebagai contoh, Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullahu dalam kitabnya Ushulus Sunnah, Al-Barbahari rahimahullahu dalam kitabnya Syarhus Sunnah, Abul Hasan Al-Asy’ari rahimahullahu dalam kitabnya Maqalat Islamiyyin, Ath-Thahawi rahimahullahu dalam kitabnya ‘Aqidah Thahawiyyah, Ibnu Abi Zaid Al-Qairuwani rahimahullahu dalam Risalah-nya, Abu Ahmad bin Husain Asy-Syafi’i rahimahullahu yang dikenal dengan Ibnul Haddad dalam kitab Aqidah-nya, serta Ibnu Qudamah rahimahullahu dalam Aqidah-nya.

1 Mengapa disebut Al-Masih? Dari kata “Ma-sa-ha” yang artinya menghapus atau mengusap. Ibnul Atsir rahimahullahu menjelaskan: Telah berulang-ulang penyebutan “Al-Masih ‘alaihissalam” dan penyebutan “Al-Masih Ad-Dajjal”. Adapun Isa dinamakan demikian karena beliau tidak pernah mengusap seorang yang cacat kecuali mesti sembuh. Pendapat lain: “Karena telapak kaki beliau tidak cekung”, atau “karena beliau lahir dari ibunya dalam keadaan diusap dengan minyak”, atau “karena beliau mengusap bumi” artinya memotong jarak yang jauh, atau artinya “yang sangat jujur”, atau “Dia dalam bahasa Ibrani disebut ‘Masyih’ lalu diarabkan menjadi ‘Masih’.” 
Adapun Dajjal disebut Al-Masih, karena matanya yang satu terhapus, pendapat lain: “yang mengusap bumi artinya yang memotong jarak yang jauh”, “yang fisiknya jelek”. (An-Nihayah, 4/326-327)
2 Shahih, HR. Al-Bukhari dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
3 Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma.
4 Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
5 Demikian tersebut dalam Injil. Adapun kaum muslimin meyakini bahwa beliau belum mati bahkan diangkat menuju kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana akan kami jelaskan dalam pembahasan mendatang, insya Allah.
6 Bisa dilihat nukilan ucapan-ucapan mereka dalam kitab Asyrathus Sa’ah hal. 350-352.




Silahkan mengcopy dan memperbanyak artikel ini
dengan mencantumkan sumbernya yaitu : www.asysyariah.com

Syubhat dan Bantahan Seputar Turunnya Isa ‘alaihissalam



Syubhat dan Bantahan Seputar Turunnya Isa ‘alaihissalam
Penulis: Al-Ustadz Qomar ZA, Lc
Syariah, Kajian Utama, 15 - November - 2007, 08:10:31


Mengkaji hal-hal yang sifatnya ghaib seperti turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam di akhir zaman, tentu tak luput dari pro dan kontra. Karena sebagai bagian dari ranah keimanan, tentu itu semua tak bisa ditelisik hanya dengan mengandalkan indera manusia yang terbatas. Siapa yang tak mampu menundukkan akalnya di bawah kendali keimanan, niscaya ia akan berada di barisan pasukan pengingkar.

Pengingkar Turunnya Al-Masih Isa
Di antara bentuk penyimpangan aqidah adalah pengingkaran atau tidak mengimani akan turunnya Isa. Pengingkaran ini bisa dilakukan secara individual semacam yang dilakukan oleh Mahmud Syaltut, guru besar Universitas Al-Azhar, Mesir1, atau secara kelompok seperti sebagian kelompok Mu’tazilah serta orang-orang filsafat dan atheis. (Iqamatul Burhan hal. 6)
Di antara alasan mereka dalam mengingkari turunnya Isa adalah:
 Bahwa hadits-hadits dalam hal itu palsu dan tidak masuk akal.
Jawab: Bahwa hadits-hadits dalam hal ini sangat banyak. Bahkan para ulama menggolongkannya sebagai hadits mutawatir. Asy-Syaikh Hamud At-Tuwaijiri mengatakan bahwa jumlahnya mencapai lebih dari 50 hadits. Mayoritasnya shahih dan sebagian lagi hasan. Adapun anggapan tidak masuk akal, Asy-Syaikh At-Tuwaijiri juga telah menyanggahnya. Beliau mengatakan: “Adapun nalar yang lurus dan akal sehat yang selalu berjalan bersama kebenaran ke mana kebenaran itu mengarah, niscaya tidak akan ragu-ragu dalam menerima kebenaran yang datang dari Kitabullah atau yang secara mutawatir datang dari hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal turunnya Al-Masih (Isa) di akhir zaman. Tapi nalar yang melenceng serta akal yang rusak, tidak akan segan-segan menolak kebenaran. Sehingga akal yang rusak serta pengusungnya itu tidak perlu diperhitungkan.”
 Syubhat: Turunnya Isa itu mustahil, karena Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup para nabi dengan nash Al-Qur`an.
Jawab: Bahwa turunnya Isa di akhir zaman tidaklah membawa syariat yang baru. Tidak pula berhukum dengan Injil. Namun berhukum dengan syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan ia menjadi salah satu umat ini (seperti pada hadits-hadits yang lalu, -pent.). Al-Imam Ahmad rahimahullahu meriwayatkan dengan sanad yang shahih sesuai dengan syarat Al-Bukhari dan Muslim dari Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Allah dahulu mengatakan:
إِنَّ الدَّجَّالَ خَارِجٌ -فَذَكَرَ الْحَدِيْثَ وَفِيْهِ- ثُمَّ يَجِيْءُ عِيْسَى بْنُ مَرْيَمَ عَلَيْهِمَا السَّلاَمُ مُصَدِّقاً بِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّم وَعَلَى مِلَّتِهِ، فَيَقْتُلُ الدَّجَّالَ ثُمَّ إِنَّمَا هُوَ قِيَامُ السَّاعَةِ
“Bahwa Dajjal pasti keluar –lalu beliau melanjutkan haditsnya, dalam hadits itu–. Lalu datanglah Isa bin Maryam membenarkan Muhammad dan di atas agama Muhammad, kemudian setelah itu tegaklah hari kiamat.” (HR. Ath-Thabarani, dan Al-Haitsami mengatakan: “Para rawinya adalah para rawi kitab Shahih.”) [Iqamatul Burhan, At-Tuwaijiri]
 Syubhat: Seandainya turunnya Isa itu termasuk prinsip iman, tentu itu akan disebut dalam Al-Qur`an dengan tegas.
Jawab: Semua yang telah shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sesuatu yang telah beliau beritakan akan terjadi, wajib kita imani. Dan ini merupakan realisasi dari syahadat Muhammad Rasulullah. Dan realisasi ini termasuk prinsip iman, di mana seseorang tidak menjadi seorang mukmin yang terlindungi darah dan hartanya hingga merealisasikan persaksian kerasulan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berdasarkan sabda beliau:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَيُؤْمِنُوا بِي وَبِمَا جِئْتُ بِهِ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka bersaksi bahwa tiada Ilah yang benar kecuali Allah, serta beriman denganku dan dengan apa yang aku bawa. Bila mereka melakukan itu maka mereka telah melindungi dariku darah dan harta mereka, kecuali dengan haknya. Dan hisabnya diserahkan kepada Allah.” (Shahih, HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Dan telah shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau memberitakan akan munculnya Mahdi di akhir zaman, keluarnya Dajjal, serta turunnya Isa. Sehingga wajib mengimani hal itu sebagai bentuk bukti pembenaran terhadap firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوْحَى
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur`an) menurut kemauan hawa nafsunya.” (An-Najm: 3-4)
Dan sebagai pengamalan terhadap firman-Nya:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوْا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
“…Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (Al-Hasyr: 7)
 Syubhat: berita-berita semacam ini akan membuka pintu bagi manusia untuk mengaku-ngaku bahwa dirinya Mahdi atau bahkan Al-Masih Ibnu Maryam ‘alaihimassalam.
Jawab: Berita-berita dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih, tidak bisa ditolak dengan alasan kemungkinan-kemungkinan serta argumen yang tidak tepat semacam ini. Bahkan harus dipercayai dan diterima, meskipun ada yang tergoda dengan kandungannya (sehingga mengaku-ngaku, -pent). Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan Rasul-Nya untuk mengatakan kepada manusia:
وَأَنْ أَتْلُوَ الْقُرْآنَ فَمَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَقُلْ إِنَّمَا أَنَا مِنَ الْمُنْذِرِيْنَ
“Dan supaya aku membacakan Al-Qur`an (kepada manusia). Maka barangsiapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya ia hanyalah mendapat petunjuk untuk (kebaikan) dirinya, dan barangsiapa yang sesat maka katakanlah: ‘Sesungguhnya aku (ini) tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan’.” (An-Naml: 92)
Demikianlah cara menyikapi berita-berita yang shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yakni disambut dengan sikap menerima dan percaya. Serta tidak perlu menoleh kepada ahlul fitnah yang menyelewengkan maknanya, tidak sesuai dengan yang semestinya dan menerapkannya tidak pada tempatnya… Dan barangsiapa mengaku bahwa dirinya adalah Al-Masih Ibnu Maryam ‘alahimassalam sementara Dajjal belum keluar maka dia adalah seorang pendusta. Dan Al-Masih Ibnu Maryam ‘alaihimassalam itu punya dua tanda yang tidak dimiliki oleh manusia yang lain:
1. Bahwa ia membunuh Dajjal, sebagaimana dalam hadits yang mutawatir. 
2. Bahwa tidak mungkin bagi seorang kafir yang mendapatkan desah nafasnya kecuali pasti mati. Sedangkan nafasnya berakhir ke mana berakhirnya pandangannya, seperti dalam hadits An-Nawas bin Sam’an radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. At-Tirmidzi mengatakan: “Gharib, hasan shahih.”
Dengan dua tanda ini, terkuburlah segala harapan bagi setiap pendusta yang mengaku-aku dirinya adalah Al-Masih Ibnu Maryam ‘alaihimassalam. (Diringkas dari kitab Iqamatul Burhan, hal. 11-27 karya Asy-Syaikh Hamud At-Tuwaijiri)

Ahmadiyyah
Golongan lain yang menyeleweng dalam hal keimanan akan turunnya Al-Masih Ibnu Maryam ‘alaihimassalam adalah Ahmadiyyah. Aliran yang diprakarsai oleh seorang bernama Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadyani ini mengklaim bahwa dirinyalah sesungguhnya yang dijanjikan dalam hadits-hadits akan turunnya Isa Ibnu Maryam. Namun karena tahu bahwa dirinya bukanlah Al-Masih Ibnu Maryam maka dia menciptakan suatu doktrin bagi pengikutnya bahwa Al-Masih Ibnu Maryam telah mati. Ini dia lakukan demi mencapai sebuah sasaran, yakni bahwa sebenarnya yang muncul bukanlah Al-Masih, tapi orang yang menyerupainya. Siapa dia? Tentu yang dia maksudkan adalah dirinya.

Bantahan:
Amat mudah sebenarnya mengungkap kedustaan mereka dan membantah pembodohan mereka terhadap umat. Saya nyatakan, mereka tentunya mengimani hadits-hadits yang menerangkan akan turunnya Isa. Jika tidak, bagaimana mungkin mereka mengklaim bahwa yang dijanjikan dalam hadits adalah orang yang menyerupai Al-Masih.
Dan sejak awal langkah, akan hancurlah proklamasi mereka bahwa Mirza-lah yang dijanjikan dalam hadits. Karena jikalau mereka mengimani hal itu, semestinya pula mereka beriman dengan sifat-sifat fisik Al-Masih, bagaimana peristiwa turunnya, misi yang diembannya, serta kondisi alam pada zamannya. Termasuk dua hal yang disebut oleh At-Tuwaijiri di atas, bahwa ia membunuh Dajjal dan bahwa setiap orang kafir yang mendapati desah nafasnya pasti akan mati.
Apakah ini terjadi pada Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadyani, bila ia benar-benar orang yang dijanjikan dalam hadits? Tentu setiap orang tahu –termasuk Mirza sendiri– bahwa itu semua tidak terjadi pada dirinya. Demikian pula kata-kata “turun” yang tidak menunjukkan adanya kematian, mereka takwil. Sehingga tidak mereka imani apa adanya, bahkan mereka selewengkan kepada makna lain, semacam “keluar” atau “kebangkitan”.
Adapun anggapan mereka bahwa Nabi Isa ‘alaihissalam telah wafat, tidak diangkat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tentu ini juga merupakan kebatilan yang nyata. Melalui pembahasan sebelumnya, pembaca dapat menakar seberapa nilai keyakinan ini.
Namun mereka berupaya melegitimasi keyakinan tersebut dengan ayat yang mereka selewengkan maknanya. Di antaranya:
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلاَّ رَسُوْلٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul. Sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)?” (Ali ‘Imran: 144)
Mereka anggap bahwa para nabi seluruhnya telah wafat atas dasar makna (خَلَتْ) yakni yang telah mati. Dan bahwa Abu Bakr berdalil dengan ayat ini atas kematian Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena para nabi sebelumnya telah mati. Para sahabat juga berijma’ atas kematian Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan seluruh rasul sebelumnya.
Jawab: Seandainya kita terima bahwa (خَلَتْ) bermakna mati, maka dalil-dalil yang lain menunjukkan pengkhususan Isa dari hukum ini. Artinya mereka semua mati terkecuali Isa. Lalu, siapakah yang menukilkan “ijma’ para shahabat” bahwa mereka sepakat atas kematian seluruh nabi termasuk Nabi Isa? Bukankah ini semata-mata kedustaan?
إِذْ قَالَ اللهُ يَا عِيْسَى إِنِّي مُتَوَفِّيْكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَجَاعِلُ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْكَ فَوْقَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأَحْكُمُ بَيْنَكُمْ فِيْمَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَ
“(Ingatlah), ketika Allah berfirman: ‘Hai ‘Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya.” (Ali ‘Imran: 55)
Mereka mengatakan bahwa Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menafsirkan kata (مُتَوَفِّيكَ) “mewafatkanmu” yakni mematikanmu.
Jawab: Bahwa maksud Ibnu Abbas adalah mewafatkannya di akhir zaman setelah turunnya. Yang semakin menguatkan hal ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Ishaq bin Bisyr dan Ibnu ‘Asakir dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dalam menafsirkan ayat ini. Beliau katakan: “Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkatmu kemudian mewafatkanmu di akhir zaman.” (lihat Ad-Dur Al-Mantsur, 2/36)
Dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma sendirilah yang menjelaskan maksud ucapannya, tidak memerlukan orang-orang Ahmadiyyah untuk menyelewengkan ucapannya menuruti keinginan mereka. Demikian pula riwayat-riwayat lain dari beliau yang menunjukkan keimanan tentang diangkatnya Isa dan akan turunnya beliau. Seperti tafsir beliau terhadap ayat 61 dari surat Az-Zukhruf: “Sungguh itu adalah tanda untuk datangnya hari kiamat.” Beliau katakan: “Yakni munculnya Isa bin Maryam ‘alaihimassalam sebelum hari kiamat.” (HR. Al-Imam Ahmad)
Kemudian kata (مُتَوَفِّيكَ) “mewafatkanmu” dalam penggunaan bahasa Arab yaitu bahasa Al-Qur`an, tidak terbatas pada “kematian”. Bahkan bisa berarti “mengambil atau menangkap”, terkadang juga bermakna “menidurkan”. Ibnu Taimiyyah rahimahullahu menjelaskan: “Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِذْ قَالَ اللهُ يَا عِيْسَى إِنِّي مُتَوَفِّيْكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا
“(Ingatlah), ketika Allah berfirman: ‘Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu, mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang kafir’.” (Ali Imran: 55)
justru menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memaksudkan dengan kata (مُتَوَفِّيكَ) adalah mati. Kalau yang Allah Subhanahu wa Ta’ala maksudkan adalah kematian, tentu dalam hal ini Isa sebagaimana mukminin yang lain, karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala ambil arwah mereka dan Allah Subhanahu wa Ta’ala angkat menuju langit. Dengan itu diketahui, tidak ada keistimewaan (pada Nabi Isa kalau begitu, pent.)... Padahal pada ayat yang lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيْحَ عِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُوْلَ اللهِ وَمَا قَتَلُوْهُ وَمَا صَلَبُوْهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِيْنَ اخْتَلَفُوا فِيْهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلاَّ اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوْهُ يَقِيْنًا. بَلْ رَفَعَهُ اللهُ إِلَيْهِ ...
“Dan karena ucapan mereka: ‘Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah’, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya….” (An-Nisa`: 157-158)
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di sini “Allah mengangkatnya kepada-Nya” menerangkan bahwa ia diangkat dengan jasad dan rohnya. Oleh karena itu, para ulama mengatakan bahwa makna: (مُتَوَفِّيْكَ) adalah “mengambilmu”2 yakni mengambil roh dan badanmu… Dan terkadang bermakna menidurkan seperti firman-Nya:
اللهُ يَتَوَفَّى اْلأَنْفُسَ حِيْنَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya.” (Az-Zumar: 42)
وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ بِاللَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ ثُمَّ يَبْعَثُكُمْ فِيْهِ لِيُقْضَى أَجَلٌ مُسَمًّى ثُمَّ إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ ثُمَّ يُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
“Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur (mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan.” (Al-An’am: 60) [Majmu’ Fatawa, 4/322-323]
Ahmadiyyah mengatakan bahwa maksud diangkatnya Isa adalah diangkat derajatnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat derajatnya dan Allah Subhanahu wa Ta’ala angkat rohnya sebagaimana arwah kaum mukminin. Seperti Nabi Idris ‘alaihissalam:
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِدْرِيْسَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيْقًا نَبِيًّا. وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا
“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al-Qur`an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (Maryam: 56-57)
Jawab: Tentang Idris ‘alaihissalam, para ulama memiliki beberapa tafsir tentang ayat itu. Di antara para ulama mengatakan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkatnya ke langit dalam keadaan hidup lalu meninggal padanya. Dan ini tafsiran Ibnu Abbas, Mujahid, dan selain keduanya dari ulama salaf. Dengan tafsir ini maka ayat ini justru menjadi dalil yang mematahkan pendapat mereka.
Yang lain berpendapat diangkatnya derajat Nabi Idris di dalam surga, dan tanpa diragukan, bahwa itu dengan jasad dan rohnya. Lalu seandainya pun ayat yang berkaitan dengan Idris itu artinya terangkatnya derajat, tidak mesti berarti demikian pada ayat yang berkaitan dengan Isa. Karena tentang Isa sangat jelas bahwa maksudnya adalah terangkatnya roh dan jasad dengan alasan:
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan: “Dan mengangkatmu kepada-Ku”, “Bahkan Allah mengangkatnya kepada-Nya.” Dan sesuatu yang telah tetap/pasti dan disepakati kaum muslimin bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala berada pada ketinggian. Sehingga arti diangkat kepadanya adalah ke langit. Berbeda dengan ayat yang berkaitan dengan Idris “Dan kami mengangkatnya pada tempat yang tinggi” (tidak ada kata-kata “kepada-Ku” atau “kepada-Nya”). Tentu orang yang sedikit saja tahu bahasa Arab akan mengetahui perbedaan kedua susunan kalimat itu.
Seandainya pun –kita mengalah dalam diskusi– bahwa ayat tidak menunjukkan diangkatnya jasad Isa ke langit, namun hadits-hadits sendiri dengan tegas menunjukkan demikian dan jumlahnya sangat banyak. Lantas apa keistimewaan Isa kalau dikatakan seperti layaknya muslimin yang lain?
Dalam ayat An-Nisa 157-158 di atas terdapat dalil yang sangat jelas bagaikan terangnya matahari menunjukkan apa yang telah dijelaskan dan yang diimani kaum mukminin. Firman-Nya: “Bahkan Allah mengangkatnya kepada-Nya” menunjukkan diangkatnya roh dan jasad. Seandainya Allah memaksudkan kematian, tentunya akan dikatakan: “Tidaklah mereka membunuhnya dan tidaklah mereka menyalibnya… bahkan ia mati.” (Lihat At-Taudhih li Ifkil Ahmadiyyah fi Za’mihim Wafatal Masih, karya Shalih bin Abdul ‘Aziz As-Sindi)
Wallahu a’lam bish shawab.

1 Dalam buku kumpulan fatwanya hal. 59-82. Lihat Asyrathus Sa’ah hal. 349, Ash-Shahihah no. 1529.
1 Bukan “mewafatkanmu”.




Silahkan mengcopy dan memperbanyak artikel ini
dengan mencantumkan sumbernya yaitu : www.asysyariah.com

Turunnya Isa bin Maryam ‘alaihissalam Pertanda Akhir Zaman



Turunnya Isa bin Maryam ‘alaihissalam Pertanda Akhir Zaman
Penulis: Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi
Syariah, Tafsir, 15 - November - 2007, 08:17:30




وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلاَّ لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُوْنُ عَلَيْهِمْ شَهِيْدًا 

“Tidak ada seorang pun di antara ahli kitab yang tidak beriman kepadanya (Isa) menjelang kematiannya. Dan pada hari kiamat, dia (Isa) akan menjadi saksi mereka.” (An-Nisa`: 159)

Penjelasan Beberapa Mufradat Ayat
أَهْلِ الْكِتَابِ
Yang dimaksud ahli kitab adalah Yahudi dan Nashara, sebagaimana disebutkan jumhur (mayoritas) ulama. Para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi kaum Majusi, apakah mereka termasuk ahli kitab atau bukan. Ada dua pendapat dalam hal ini, dan yang shahih bahwa mereka tidak termasuk kalangan ahli kitab. Dan pendapat ini dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu. (Lihat Syarh Al-Masa`il Al-Jahiliyyah, karya Yusuf bin Muhammad As-Sa’id, 1/83-85)
قَبْلَ مَوْتِهِ
“Sebelum matinya.” Kata ganti pada “matinya” ada kemungkinan kembali kepada ahli kitab. Sehingga makna ayat ini adalah setiap dari ahli kitab yang menghadapi kematian dan menyaksikan perkara tersebut secara hakiki, maka dia akan beriman kepada Isa ‘alaihissalam dan menyatakan bahwa beliau adalah Rasul Allah. Namun keimanan tersebut tidaklah bermanfaat, sebab hal itu adalah iman yang terpaksa saat mendekati kematiannya. Sehingga kandungan ayat ini adalah ancaman terhadap mereka dan agar mereka tidak terus-menerus berada di atas keyakinan batilnya, yang nantinya mereka akan menyesal sebelum matinya. 
Al-Qurthubi rahimahullahu menyebutkan sebuah riwayat bahwa Al-Hajjaj bertanya kepada Syahr bin Hausyab tentang ayat ini. Dia berkata: “Benar-benar didatangkan kepadaku tawanan dari orang Yahudi dan Nashara, lalu aku perintahkan untuk menebas lehernya. Dan aku memerhatikannya di kala itu, namun aku tidak melihat tanda-tanda keimanan darinya.” Maka Syahr bin Hausyab menjawab: “Sesungguhnya di saat dia telah menyaksikan perkara akhirat (yakni telah melihat kematiannya), dia pun beriman bahwa Isa adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, dia beriman kepadanya namun tidak bermanfaat baginya.” Al-Hajjaj bertanya: “Dari mana engkau mengambil ilmu ini?” Syahr menjawab: “Aku mengambilnya dari Muhammad bin Al-Hanafiyyah.” Maka Al-Hajjaj berkata: “Engkau mengambilnya dari sumber yang jernih.”
Dan ada pula yang mengatakan bahwa kata ganti pada “matinya” kembali kepada Isa ‘alaihissalam. Sehingga maknanya adalah: “Tidak seorang pun dari kalangan ahli kitab yang hidup di masa turunnya Isa bin Maryam, melainkan akan beriman kepada Al-Masih ‘alaihissalam sebelum beliau meninggal. Dan itu terjadi ketika mendekati hari kiamat serta munculnya tanda-tanda hari kiamat yang besar. Ini adalah pendapat yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, Al-Hasan Al-Bashri, Qatadah, Ibnu Zaid, dan selainnya. Dan ini pendapat yang dipilih oleh At-Thabari. Dan pendapat ini dikuatkan dengan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَيُوْشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيْكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَمًا عَدْلاً فَيَكْسِرَ الصَّلِيْبَ وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيْرَ وَيَضَعَ الْجِزْيَةَ وَيَفِيْضَ الْمَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلُهُ أَحَدٌ حَتَّى تَكُوْنَ السَّجْدَةُ الْوَاحِدَةُ خَيْرًا مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا. ثُمَّ يَقُوْلُ أَبُوْ هُرَيْرَةَ: وَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ {وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُوْنُ عَلَيْهِمْ شَهِيْدًا}
“Demi Dzat yang jiwaku yang berada di tangan-Nya, sebentar lagi akan turun kepada kalian (Isa) bin Maryam sebagai hakim yang adil. Dia menghancurkan salib, membunuh babi-babi, dan meletakkan hukum jizyah (bayar upeti bagi kafir dzimmi). Dan harta melimpah ruah, hingga tidak seorang pun mau menerimanya, dan hingga satu rakaat lebih baik dari dunia beserta segala isinya.”
Lalu Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Bacalah oleh kalian jika kalian mau….” (lalu beliau membaca ayat tersebut di atas). (Muttafaq alaihi) [Lihat Tafsir At-Thabari, As-Sa’di, dan Al-Qurthubi]
Ibnu Katsir rahimahullahu menyatakan setelah menjelaskan tentang kuatnya pendapat ini: “Tidaklah diragukan bahwa inilah pendapat yang benar. Sebab maksud dari konteks ayat ini adalah menyatakan kebatilan apa yang disangka oleh kaum Yahudi bahwa mereka telah membunuh Isa dan menyalibnya. Dan berita itu diterima begitu saja oleh kaum Nashara yang jahil (bodoh) tentang hal tersebut. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa perkaranya tidaklah demikian. Sesungguhnya itu hanyalah orang yang diserupakan (dengan Isa) bagi mereka, lalu mereka membunuh yang diserupakan tersebut dalam keadaan mereka tidak mengetahuinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mengabarkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkatnya kepada-Nya, dan beliau masih tetap dalam keadaan hidup. Dan beliau akan turun sebelum tegaknya hari kiamat, sebagaimana telah ditunjukkan hadits-hadits yang mutawatir.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Penjelasan Ayat
Ayat ini menjelaskan bahwa setiap ahli kitab pasti akan beriman tentang Isa ‘alaihissalam dan bahwa beliau adalah Rasul dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun yang menjadi perselisihan di kalangan para ulama, apakah ahli kitab yang dimaksud adalah secara umum pada setiap zaman ataukah ahli kitab yang hidup di zaman turunnya Isa bin Maryam ‘alaihissalam? Letak perselisihannya adalah dalam memahami dhamir (kata ganti) yang terdapat pada kata “sebelum matinya”. Apakah yang dimaksud kematian ahli kitab tersebut ataukah kematian Isa bin Maryam ‘alaihissalam?
Ulama yang berpendapat bahwa kata ganti tersebut kembali kepada ahli kitab, mengatakan bahwa setiap ahli kitab pasti sempat menyatakan keimanannya kepada Isa bin Maryam dan bahwa beliau adalah Rasulullah, dalam keadaan bagaimanapun kondisi akhir kematian dari ahli kitab tersebut. Baik dia mati terbakar, tenggelam, jatuh ke dalam sumur, tertimpa dinding, dimakan binatang buas, atau mati secara mendadak. Sampaipun ketika dia menjatuhkan dirinya dari sebuah bangunan (tinggi), maka dia sempat mengucapkannya ketika masih berada (melayang) di udara. Namun pernyataan keimanan tersebut tidak memberi manfaat baginya. Sebab dia menyatakan hal tersebut pada waktu tidak diterima keimanan seseorang. Seperti halnya pernyataan Fir’aun yang menyatakan keimanannya di akhir hayatnya, sebagaimana difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيْلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُوْدُهُ بَغْيًا وَعَدْوًا حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُوْ إِسْرَائِيْلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ. آلْآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِيْنَ
“Dan kami selamatkan Bani Israil melintasi laut, kemudian Fir’aun dan bala tentaranya mengikuti mereka, untuk menzhalimi dan menindas (mereka). Sehingga ketika Fir’aun hampir tenggelam dia berkata, ‘Aku percaya bahwa tidak ada tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang muslim (berserah diri).’ Mengapa baru sekarang (kamu beriman) padahal sesungguhnya engkau telah durhaka sejak dahulu, dan engkau termasuk orang yang berbuat kerusakan.” (Yunus: 90-91)
Adapun pendapat kedua, menyatakan bahwa pada saat turunnya Isa ‘alaihissalam di akhir zaman, setiap ahli kitab yang ada di zaman beliau turun niscaya beriman kepada Isa ‘alaihissalam dan meyakini bahwa beliau adalah Rasulullah, serta tidak ada yang memeluk agama lain pada masa itu kecuali Islam yang murni. Dan pada hari kiamat nanti, beliaulah yang menjadi saksi atas manusia dengan membenarkan orang yang memercayai beliau sebagai Rasul Allah dan mendustakan orang yang tidak percaya kepada kerasulannya. Dan hal ini dikuatkan dengan hadits di atas, di mana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (menyebutkan bahwa di antara tugas Isa bin Maryam di saat turun ke bumi adalah meletakkan/tidak memungut pembayaran jizyah/upeti dari seorang kafir dzimmi), dan setiap orang akan diberi salah satu dari dua pilihan: masuk Islam atau diperangi.
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu berkata setelah meyebutkan hadits di atas: “Maknanya adalah agama menjadi satu saja. Sehingga tidak diperbolehkan lagi bagi seorang pun dari kalangan kafir dzimmi untuk membayar jizyah.”
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu mengatakan: “Yang benar bahwa Nabi Isa ‘alaihissalam tidak menerima agama kecuali Islam. Dan ini dikuatkan oleh riwayat lain dari Al-Imam Ahmad rahimahullahu dari jalur lain dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dengan lafadz:
وَتَكُوْنُ الدَّعْوَى وَاحِدَةً
“Dan panggilan menjadi satu (yaitu Islam).”
An-Nawawi rahimahullahu menjelaskan: “Dan makna Nabi Isa ‘alaihissalam meletakkan jizyah adalah bahwa jizyah tersebut disyariatkan dalam syariat ini. Dan pensyariatan tersebut terikat dengan zaman turunnya Isa bin Maryam ‘alaihissalam, sebagaimana telah dijelaskan dalam hadits ini. Bukan yang dimaksud bahwa Isa ‘alaihissalam sebagai penghapus hukum jizyah, namun Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan dihapuskannya hukum tersebut dengan sabda beliau ini.” (Lihat Fathul Bari, 6/492)

Isa bin Maryam Belum Mati
Ayat ini juga menjelaskan bahwa Isa ‘alaihissalam belumlah mati. Tidak seperti yang disangka kaum Yahudi dan Nashara yang meyakini bahwa Isa telah mati disalib. Pada dua ayat sebelumnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan hal ini:
وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيْحَ عِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُوْلَ اللهِ وَمَا قَتَلُوْهُ وَمَا صَلَبُوْهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِيْنَ اخْتَلَفُوا فِيْهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلاَّ اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوْهُ يَقِيْنًا. بَلْ رَفَعَهُ اللهُ إِلَيْهِ وَكَانَ اللهُ عَزِيْزًا حَكِيْمًا
“Dan (Kami hukum juga) karena ucapan mereka, ‘Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah.’ Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh adalah) orang yang diserupakan dengan Isa. Sesungguhnya mereka yang berselisih pendapat tentang (pembunuhan) Isa, selalu dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka benar-benar tidak tahu (siapa yang sebenarnya dibunuh itu), melainkan mengikuti persangkaan belaka, jadi mereka tidak yakin telah membunuhnya. Tetapi Allah telah mengangkat Isa ke hadirat-Nya. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (An-Nisa`: 157-158)
Ayat ini dengan gamblang menyebutkan bahwa mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya. Namun yang terjadi adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan salah seorang murid beliau diserupakan dengannya, sehingga mereka pun menangkap dan membunuh muridnya yang diserupakan Isa itu, bukan Isa ‘alaihissalam sendiri.
Ibnu Abi Hatim rahimahullahu meriwayatkan dengan sanadnya dari Sa’id bin Jubair rahimahullahu dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata: “Menjelang diangkat Allah Subhanahu wa Ta’ala ke langit, Isa ‘alaihissalam keluar menuju para sahabatnya. Di rumah tersebut ada 12 orang dari para pembelanya. Beliau keluar menuju mereka dari mata air yang ada di rumah dalam keadaan kepala beliau meneteskan air. Lalu beliau berkata: ‘Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan kekafiran terhadapku 12 kali setelah dia beriman.’ Lalu beliau berkata: ‘Siapakah di antara kalian yang mau dijadikan serupa denganku, sehingga dia yang terbunuh sebagai penggantiku, dan dia akan bersama dalam kedudukanku (di surga)?’ Maka berdirilah seorang anak muda yang umurnya paling muda di antara mereka. Lalu beliau berkata kepadanya: ‘Duduklah.’ Kemudian beliau mengulangi kembali ucapannya kepada mereka, dan pemuda tersebut berdiri kembali. Lantas beliau berkata: ‘Duduklah.’ Lalu beliau mengulangi lagi ucapannya, maka pemuda tersebut berdiri kembali dan berkata: ‘Saya.’ Maka beliau berkata: ‘Dialah engkau (yang terpilih).’ Maka diapun diserupakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan Isa ‘alaihissalam. Dan Isa diangkat melalui lubang yang ada di rumah tersebut. Lantas datanglah orang-orang Yahudi mencari beliau. Mereka pun menangkap orang yang telah diserupakan dengan beliau, kemudian membunuh dan menyalibnya.
Maka di antara mereka ada yang kufur terhadapnya 12 kali setelah beriman. Mereka terpecah menjadi tiga kelompok. Satu kelompok mengatakan: ‘Allah bersama kita dalam beberapa waktu, kemudian Dia naik ke langit.’ Mereka ini dari kalangan Al-Ya’qubiyyah. Satu kelompok lagi berkata: ‘Adalah anak Allah yang bersama kita dalam beberapa waktu, kemudian Allah mengangkatnya kepada-Nya.’ Mereka ini dari kalangan An-Nasthariyyah. Dan satu kelompok lagi mengatakan: ‘Yang bersama kita adalah hamba Allah dan Rasul-Nya dalam beberapa waktu, kemudian Allah mengangkatnya kepada-Nya.’ Mereka inilah kaum muslimin. Lalu dua kelompok kafir berhasil mengalahkan kelompok muslim dan membunuh mereka. Maka Islam pun tertutupi hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/449. Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Sanadnya shahih sampai ke Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma.”)
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengangkat Isa ke langit dan akan menjadikan hamba-Nya tersebut sebagai tanda dekatnya hari kiamat, dengan diturunkannya kembali ke muka bumi. Sehingga beliau merasakan mati di bumi sebagaimana manusia lainnya. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِنَّهُ لَعِلْمٌ لِلسَّاعَةِ
“Dan sungguh, dia (Isa) benar-benar menjadi pertanda akan datangnya hari Kiamat.” (Az-Zukhruf: 61)
Pada lafadz لَعِلْمٌ ada dua bacaan:
Pertama, dibaca لَعِلْمٌ dengan ‘ain yang dikasrah dan lam yang disukun. Dan ini adalah bacaan yang masyhur.
Kedua, ada yang membacanya dengan lafadz لَعَلَمٌ dengan ‘ain dan lam yang difathah, yang berarti tanda. Dan ini adalah bacaan yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, Abu Hurairah, Qatadah, Abu Malik Al-Ghifari, dan yang lainnya.
Ibnu ‘Abbas, Adh-Dhahhak, Qatadah, Mujahid, dan yang lainnya menafsirkan ayat ini dengan: “Turunnya Isa bin Maryam ‘alaihissalam sebagai tanda akan berakhirnya zaman dan dekatnya hari kiamat.” (Lihat Tafsir Al-Qurthubi, 16/105)
Di antara ayat yang mengisyaratkan tentang turunnya Isa bin Maryam ‘alaihissalam adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَإِذا لَقِيْتُمُ الَّذِيْنَ كَفَرُوا فَضَرْبَ الرِّقَابِ حَتَّى إِذَا أَثْخَنتُمُوْهُمْ فَشُدُّوا الْوَثَاقَ فَإِمَّا مَنًّا بَعْدُ وَإِمَّا فِدَاءً حَتَّى تَضَعَ الْحَرْبُ أَوْزَارَهَا
“Apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir (di medan perang), maka pukullah batang leher mereka. Selanjutnya apabila kamu telah mengalahkan mereka, tawanlah mereka, dan setelah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan, sampai perang selesai.” (Muhammad: 4)
Al-Baghawi rahimahullahu berkata dalam tafsirnya tatkala menjelaskan ayat ini: “Makna ayat ini adalah bahwa mereka (kaum muslimin) mengalahkan orang-orang musyrik dengan banyaknya jumlah yang terbunuh dan yang tertawan dari mereka. Sehingga pemeluk agama lain seluruhnya masuk Islam, dan agama hanya menjadi milik Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga setelah itu tidak ada lagi jihad dan peperangan. Dan itu terjadi tatkala turunnya ‘Isa bin Maryam e.” (Tafsir Al-Baghawi/ Ma’alim At-Tanzil, 7/278)
Tidak terjadi perselisihan di kalangan ulama Ahlus Sunnah tentang keyakinan bahwa beliau akan turun pada akhir zaman, berdasarkan ayat Al-Qur`an dan hadits-hadits yang mutawatir, serta yang telah ditetapkan oleh para ulama salafush shalih. Dan tidak ada yang mengingkari perkara ini melainkan dari kalangan ahli bid’ah.
Ibnu Abi Zamanin rahimahullahu menyatakan: “Ahlus Sunnah beriman tentang turunnya Isa dan dialah yang membunuh Dajjal.” Lalu beliau menyebutkan ayat tersebut di atas. (Ushulus Sunnah, Ibnu Abi Zamanin rahimahullahu, hal. 192)




Silahkan mengcopy dan memperbanyak artikel ini
dengan mencantumkan sumbernya yaitu : www.asysyariah.com

langgeng.js
© 2009-2018